Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan manfaat penghapusan klausul most favoured nation (MFN) pada pembaruan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara pemerintah Indonesia dan Singapura.
Menurut Menkeu, penghapusan klausul MFN akan memberikan fleksibilitas pada Indonesia dalam menegosiasikan ketentuan dalam usaha yang memiliki kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC).
"Kontrak itu, kan, dijadikan basis untuk kami meng-collect pajak yang sudah disepakati antara siapa saja kontraktor atau perusahaan eksplorasinya, dengan PSC tersebut," kata Sri Mulyani di Hotel Fairmont, Rabu (5/2/2020).
Kontrak bagi hasil adalah perjanjian yang dibuat antara badan pelaksana dan badan usaha dengan prinsip bagi hasil. Kontrak bagi hasil umumnya dibuat untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Saat MFN berlaku, Indonesia-Singapura memang tidak bisa sembarangan mengubah kesepakatan PSC. Hal itu untuk mencegah Indonesia atau Singapura membuat kesepakatan yang lebih menarik dengan negara lainnya ketimbang kesepakatan Indonesia-Singapura.
Oleh karena itu, Sri Mulyani meyakini Indonesia dan Singapura akan diuntungkan dengan penghapusan klausul MFN. Kedua negara bisa kapan saja bernegosiasi tentang ketentuan kontrak bagi hasil.
Indonesia atau Singapura juga bisa menjalin kerja sama dengan negara lain, tanpa harus terikat dengan klausul MFN.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia dan Singapura telah menyepakati pembaruan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dari yang sebelumnya ditandatangani tahun 1900 dan berlaku sejak 1992.
Dua hal yang yang disepakati adalah penurunan tarif pajak royalti perusahaan di kedua negara menjadi dua lapis, yaitu 10% dan 8%, serta menurunkan pajak atas branch profit tax dari 15% menjadi 10%.
Kedua negara juga berkesepakat saling bertukar informasi perpajakan sesuai standar internasional yang berlaku, sehingga potensi kebocoran pajak akan semakin kecil. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Jika kita berbicara tentang ekonomi maka kita butuh menilik situasi politiknya. Bila ekonomi antar dua negara, maka politik yang butuh kita tilik adalah politik kedua negara yang bersangkutan . Dari sini, kita harus memastikan bahwa perjanjian ataupun kesepakatan yang telah disepakati haruslah menguntungkan kedua negara, dengan porsi yang imbang. Agar nantinya menjadi perjanjian yang amenguntungkan bagi rakyat negara ini. Dan kita teken kesepakatan bukan sebagai negeri yang terjajah, namun sebagai negara yang merdeka dan berwibawa. #MariBicara