BELGIA

Gara-Gara Vape, Pembahasan Aturan Perpajakan Tembakau Berlangsung Alot

Redaksi DDTCNews | Kamis, 29 Juli 2021 | 10:00 WIB
Gara-Gara Vape, Pembahasan Aturan Perpajakan Tembakau Berlangsung Alot

Ilustrasi.

BRUSSELS, DDTCNews - Uni Eropa menghadapi pro dan kontra dalam pembahasan perubahan regulasi perpajakan produk olahan tembakau, terutama terkait dengan perlakuan perpajakan terhadap rokok elektrik atau vape.

Komite Melawan Kanker Parlemen Eropa/BECA resmi mengeluarkan draf laporan baru yang akan mengubah lanskap perpajakan tembakau. Meski begitu, tidak semua anggota BECA setuju dengan usulan tersebut.

Anggota Parlemen Eropa asal Jerman Manuela Ripa mengatakan hal yang menjadi sorotan dalam draf tersebut adalah adanya klausul yang menyatakan bahwa regulasi perpajakan akan diberlakukan untuk semua produk tembakau, termasuk vape.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

"Draf tersebut menyarankan adanya peningkatan pajak dan cukai minimum untuk semua produk tembakau termasuk komoditas tembakau yang dipanaskan," katanya, dikutip pada Kamis (29/7/2021).

Ripa menjelaskan draf laporan memantik perdebatan karena memuat rekomendasi kebijakan. Apabila draf laporan diakomodasi maka akan memengaruhi arah kebijakan fiskal Uni Eropa terhadap semua produk olahan tembakau.

Dalam laporan tersebut, BECA juga mengusulkan kenaikan tarif cukai produk tembakau. Selain itu, beban pajak tidak langsung atas penjualan produk olahan tembakau juga ikut ditingkatkan sehingga makin sulit diakses oleh kelompok muda.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

"Tidak semua anggota BECA mendukung rencana itu, tetapi para pendukung sedang mempersiapkan serangkaian amandemen yang membedakan aturan perpajakan rokok dan produk alternatif bagi perokok," tuturnya.

Ripa menambahkan argumentasi kelompok yang menolak proposal BECA beranggapan komoditas yang paling merugikan kesehatan dikenakan beban perpajakan yang paling besar. Produk alternatif dengan dampak negatif yang lebih kecil maka dikenakan pungutan yang lebih sedikit.

"Mereka beranggapan cukai tinggi untuk membebani kebiasaan yang tidak sehat. Sementara yang menimbulkan dampak yang rendah seharusnya dikenai pajak lebih sedikit," tuturnya seperti dilansir euractiv.com. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra