EKONOMI DIGITAL

G20 Bakal Sahkan Program Kerja untuk Capai Konsensus Pajak Digital

Redaksi DDTCNews | Senin, 03 Juni 2019 | 14:11 WIB
G20 Bakal Sahkan Program Kerja untuk Capai Konsensus Pajak Digital

Tampilan depan dokumen program kerja. 

JAKARTA, DDTCNews – Para Menteri Keuangan G20 akan mengesahkan program kerja (programme of work) yang akan diadopsi untuk mencapai kesepakatan penyelesaian tantangan pajak yang muncul dari digitalisasi ekonomi.

Pasalnya, sekitar 129 anggota Inclusive Framework OECD / G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) akan mengadopsi program kerja yang menyusun proses untuk mencapai kesepakatan global baru terkait pengenaan pajak perusahaan multinasional.

Dokumen program kerja – yang menyerukan untuk mengintensifkan diskusi internasional pada dua pilar utama – telah disetujui selama pertemuan pleno Inclusive Framework pada 28-29 Mei 2019. Ada 289 delegasi dari 99 yurisdiksi dan 10 organisasi pengamat.

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

“Ini akan disampaikan oleh Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría kepada Menteri Keuangan G20 untuk disahkan selama pertemuan tingkat menteri 8—9 Juni di Fukuoka, Jepang,” demikian pernyataan OECD dalam keterangan resminya, seperti dikutip pada Senin (3/6/2019).

Berpijak pada analisis Policy Note yang diterbitkan pada Januari 2019 dan dimintakan konsultasi publik pada Maret 2019, program kerja akan mengeksplorasi masalah teknis yang harus diselesaikan melalui dua pilar utama.

Pilar pertama akan mengeksplorasi solusi potensial untuk menentukan tempat pajak harus dibayar dan dasar pengenaannya (nexus). Selain itu, porsi bagian dari laba yang dapat atau harus dikenakan pajak di yurisdiksi tempat klien atau pengguna (alokasi laba) juga masuk dalam pilar ini.

Baca Juga:
Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Pilar kedua akan mengeksplorasi desain sistem untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar tingkat pajak minimum. Pilar ini akan memberikan alat baru bagi negara-negara untuk melindungi basis pajak mereka dari pengalihan keuntungan ke yurisdiksi rendah / tanpa pajak.

Hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang tersisa yang diidentifikasi oleh inisiatif BEPS OECD/G20. Pembahasan mengenai kedua pilar ini juga bisa Anda simak dalam Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunitiesyang dirilis oleh DDTC Fiscal Research.

Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría mengatakan adopsi program kerja baru tersebut menjadi wujud kemajuan penting. Namun, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mencapai konsensus global pada 2020. Konsensus tersebut akan menjadi solusi jangka panjang yang berkelanjutan.

Baca Juga:
DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

“Kesepakatan luas tentang road map teknis harus diikuti oleh dukungan politik yang kuat terhadap solusi yang memelihara, memperkuat, dan meningkatkan sistem pajak internasional. Kesehatan semua ekonomi kita tergantung padanya,” jelasnya.

Pada 2015, OECD memperkirakan kerugian pendapatan dari praktik BEPS mencapai US$240 miliar atau setara dengan 10% dari pendapatan pajak perusahaan global. Lahirnya Inclusive Forum untuk mengkoordinasikan langkah-langkah internasional melawan BEPS dan meningkatkan aturan pajak internasional.

Inclusive Framework menyetujui bahwa pekerjaan teknis harus dilengkapi dengan penilaian dampak tentang pengaruh proposal terhadap pendapatan, pertumbuhan, dan investasi pemerintah. Negara-negara juga mengakui bahwa kesepakatan politik tentang solusi yang komprehensif dan terpadu harus dicapai sesegera mungkin.

“Idealnya sebelum akhir tahun, untuk memastikan waktu yang cukup untuk penyelesaian pekerjaan. selama 2020,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 13 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Kamis, 12 Desember 2024 | 17:55 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Selasa, 10 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN ANTIPENGHINDARAN PAJAK

DJP: Indonesia Sudah Terapkan 12 dari 15 Rencana Aksi BEPS

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak