Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Tantangan pengamanan target penerimaan tahun ini masih menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (4/1/2019). Apalagi, target kepatuhan formal wajib pajak pada 2018 juga tidak dapat dicapai.
Hingga pertengahan Desember 2018, tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) masih jauh dari target 80%. Dari sekitar 17,6 juta WP yang wajib menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan, hanya sekitar 70,4% atau 12,4 juta WP yang melaporkannya.
Pada saat yang bersamaan, penerimaan pajak dari beberapa sektor usaha utama pada 2018 mengalami perlambatan. Realisasi penerimaan dari industri pengolahan misalnya, hanya mencapai Rp363,6 triliun atau tumbuh 11,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini melambat dari tahun sebelumnya yang mencapai 18,28%.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan upaya pengamanan target penerimaan dalam APBN 2019 senilai Rp1.577,6 triliun atau sekitar 20% dari realisasi tahun lalu senilai Rp1.315,9 triliun cukup menantang. Beberapa faktor eksternal dinilai dapat mempengaruhi realisasi.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti beberapa rencana insentif yang dijanjikan oleh pemerintah meluncur awal tahun ini. Pebisnis menunggu eksekusi rencana insentif seperti kenaikan batas harga jual properti yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan penurunan tarif PPh 22 hunian mewah dari 5% menjadi 1%.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pada 2018, jumlah WP yang masuk database Ditjen Pajak (DJP) mencapai 38,6 juta. Dari jumlah tersebut, hanya 17,6 juta WP yang wajib melaporkan SPT. Nyatanya, hingga pertengahan Desember 2018, hanya 12,4 juta atau 70,4% yang melaporkan SPT. Khusus untuk WP badan, penyampaian SPT hanya mencapai 843.844 atau sekitar 60,3% dari total WP Badan yang wajib SPT 1,4 juta.
Data DJP per awal Januari 2019, baru 51 kantor pelayanan pajak (KPP) yang telah mencapai target penerimaan pajak pada 2018. Padahal, pada tahun sebelumnya, ada sekitar 66 KPP yang mampu mencatatkan penerimaan sesuai, bahkan lebih dari target yang ditetapkan.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan faktor eksternal seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, normalisasi kebijakan moneter AS, serta volatilitas harga komoditas dapat memberikan efek pada ekonomi domestik. Hal ini akan berpengaruh pada upaya pengamanan target penerimaan pajak 2019.
“Terutama jika itu [faktor eksternal] juga berefak pada kinerja industri manufaktur dan pertambangan. Kedua sektor ini krusial untuk pemungutan pajak,” katanya.
DJP mencatat kinerja pertumbuhan penerimaan pajak untuk mayoritas sektor usaha utama yang melambat pada 2018. Perlambatan itu terjadi pada industri pengolahan yang menyumbang sekitar 30% dari total penerimaan pajak, perdagangan (porsi 19,3%), konstruksi dan real estat (porsi 6%), dan pertanian (porsi 1,7%).
Dari realisasi penerimaan pajak tahun lalu, hanya ada dua sektor usaha utama yang mengalami askelerasi. Pertama, jasa keuangan dan asuransi yang tumbuh 11,91%. Sektor usaha yang memiliki porsi 13,4% ini pada 2017 hanya tumbuh 8,57%. Selanjutnya, akselerasi terjadi pada sektor pertambangan dari 40,83% pada 2017 menjadi 51,15% pada tahun lalu. Kontribusi penerimaan pajak dari pertambangan sekitar 6,6%.
Di balik capaian realisasi belanja 2018 sekitar 99,2%, kinerja serapan belanja modal tercatat kurang optimal. Realisasi belanja modal hanya mencapai Rp184,9 triliun atau sekitar 90,7% dari pagu Rp203,9 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beralasan ada beberapa proyek kementerian/lembaga yang sifatnya multiyear sehingga bergeser ke tahun anggaran berikutnya.(kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.