INDIA

Equalization Levy Diinvestigasi USTR, Ini Balasan India

Muhamad Wildan | Sabtu, 25 Juli 2020 | 07:01 WIB
Equalization Levy Diinvestigasi USTR, Ini Balasan India

Suasana kereta api di India. (Foto: indiaexpress.com)

NEW DELHI, DDTCNews - Pemerintah India mengirimkan pernyataan balasan melalui komentar publik kepada US Trade Representative (USTR) terkait dengan investigasi lembaga perwakilan dagang tersebut terhadap equalization levy sebesar 2% yang atas perusahaan digital di India.

Dalam komentar publik yang dirilis resmi, India menyatakan equalization levy yang dikenakannya tidak bersifat diskriminatif terhadap perusahaan digital AS sebagaimana yang dituduhkan oleh USTR kepada India.

"Tujuan equalization levy adalah menciptakan perlakuan pajak yang setara bagi perusahaan digital yang memiliki kehadiran fisik di India dengan perusahaan digital nonresiden India tetapi memiliki kehadiran ekonomi di India," ungkap Pemerintah India, seperti dikutip Senin (20/7/2020).

Baca Juga:
DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Menurut India, ambang batas pengenaan equalization levy yang mencapai US$267.000 merupakan ambang batas yang rendah dalam rangka melindungi perusahaan digital berskala kecil.

Pungutan ini juga tidak bersifat diskriminatif kepada perusahaan digital AS karena equalization levy dikenakan atas seluruh perusahaan digital yang tidak memiliki kehadiran fisik di India, tidak hanya yang dari AS.

Lebih lanjut, konsep equalization levy dilatarbelakangi oleh komitmen India untuk memerangi praktik base erosion and profit shifting (BEPS) dan memenuhi komitmen pada BEPS Action Plan: Action 1 yang terkait dengan tantangan pemajakan atas ekonomi digital.

Baca Juga:
Pemerintah Sudah Kumpulkan Pajak Sektor Digital Hingga Rp29,97 Triliun

India menyebutkan dalam BEPS Report on Action 1, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merekomendasikan 3 opsi kebijakan. yakni pengaturan nexus baru berdasarkan significant economic presence, withholding tax atas transaksi digital, atau equalization levy.

"OECD tidak mengutamakan salah satu dari ketiga opsi kebijakan ini," tulis India dalam komentar publiknya.

Setelah melakukan analisis atas ketiga opsi kebijakan tersebut, lembaga khusus yang melakukan analisis yakni Indian Committee memutuskan equalization levy sebagai opsi kebijakan yang direkomendasikan.

Baca Juga:
Bertemu PM Modi, Prabowo Dorong Kesepakatan Impor Beras dari India

Menurut India, equalization levy memiliki sifat yang pasti dan beban pajak yang timbul pun mudah diprediksi oleh stakeholder terkait. Dari sisi otoritas pajak, equalization levy memiliki biaya kepatuhan dan administrasi yang rendah serta pengenaannya tidak rentan menimbulkan sengketa perpajakan.

India pun menyebut pengenaan equalization levy sudah sejalan dengan norma hukum yang berlaku di AS dan diperkuat dengan putusan Supreme Court atau Mahkamah Agung AS dalam atas sengketa pajak South Dakota vs Wayfair Inc.

Dalam putusan atas sengketa tersebut, Mahkamah Agung AS memutuskan kehadiran fisik bukanlah syarat yang diperlukan untuk mengenakan pajak penjualan.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Negara bagian diperbolehkan mengenakan pajak penjualan atas penyerahan barang kepada konsumen di negara bagian tersebut meski usaha digital tersebut tidak memiliki kehadiran fisik di negara bagian yang dimaksud.

"Prinsip yang berlaku di AS ini jelas senada dengan prinsip yang berlaku di India. Di tengah kegiatan ekonomi yang semakin terdigitalisasi, seorang pedagang bisa melaksanakan kegiatan bisnis tanpa adanya kehadiran fisik," tulis India. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Jumat, 20 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Industri dalam Tahapan Penerapan PKKU

Rabu, 18 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada PPN DTP 1% untuk Terigu dan Gula Industri, Ternyata Ini Alasannya

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:01 WIB KURS PAJAK 18 DESEMBER 2024 - 24 DESEMBER 2024

Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?