JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah meningkatkan tarif pungutan layanan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai Kamis pekan ini. Kebijakan yang diyakini tidak banyak memengaruhi kinerja ekspor pada tahun depan.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Eddy Abdurachman mengatakan pemerintah tetap memproyeksikan kenaikan ekspor minyak kelapa sawit pada tahun depan meskipun tarif ekspor meningkat. Menurutnya, tetap optimistis ekspor tidak akan mengendur meskipun pelaku usaha dikenakan beban tambahan.
"Pada 2021 diproyeksikan ada peningkatan ekspor dari 32 juta metrik ton menjadi 36 metrik ton. Ini sudah disepakati dengan Kemendag. Kenaikan tarif ini tidak berpengaruh terhadap kinerja ekspor," katanya dalam sosialisasi PMK No.191/2020, Selasa (8/12/2020).
Optimisme pemerintah tersebut berdasarkan beberapa aspek. Pertama, industri kelapa sawit pada tahun ini di tengah pandemi Covid-10 tetap stabil dan tidak berdampak signifikan.
Sebanyak 6,9 juta petani dan 16,2 juta pekerja sektor industri kelapa sawit masih terjamin kesejahteraannya di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi.
Kedua, harga CPO di pasar internasional mengalami anomali dengan tren kenaikan. Padahal pada saat yang komoditas lain mengalami tekanan akibat turunnya permintaan. Faktor ini disebabkan masih rendahnya produksi komoditas pengganti alias subtitusi minyak kelapa sawit seperti minyak kedelai.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sistem Manajemen Investasi Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Ludiro mengatakan kenaikan tarif ini merupakan bentuk pengorbanan industri untuk memperbaiki iklim usaha di masa depan. Menurutnya, kenaikan tarif ekspor ini akan digunakan untuk berbagai kegiatan untuk menjaga iklim ekonomi komoditas minyak kelapa sawit mulai dari hulu sampai hilir.
Pada sektor hulu, BPDP Kelapa Sawit akan melakukan peremajaan lahan untuk meningkatkan produktivitas khususnya pada level petani. Kemudian dana pungutan juga akan digunakan untuk memberikan insentif bagi pengembangan program biodiesel 30% untuk menciptakan pasar domestik yang kuat.
"Jadi perlu adanya pengorbanan dari pelaku industri melalui pungutan ekspor untuk menjaga supply dan demand," terangnya.
Sebagai informasi, penetapan tarif pada PMK Nomor 191/PMK.05/2020 juga berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Jika sebelumnya tarif pungutan ekspor ditetapkan secara tunggal, kini terdapat 15 layer tarif berdasarkan harga CPO.
Saat ini, pemerintah memberlakukan tarif pungutan ekspor hanya US$55 per ton. Sementara pada ketentuan yang baru, tarif US$55 per ton hanya berlaku jika harga CPO sama atau di bawah US$670 per ton.
Tarif pungutan ekspor akan naik secara bertahap mengikuti harga CPO, yakni US$60 per ton untuk harga CPO US$695 per ton, hingga US$225 per ton untuk harga CPO di atas US$995 per ton.
Kenaikan tarif juga berlaku untuk jenis layanan ekspor kelapa sawit lainnya. Misalnya, crude palm kernel oil (CPKO), crude palm olein, crude palm stearin, dan biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5%.
Meski demikian, ada beberapa jenis layanan yang masih menerapkan tarif pungutan ekspor tetap, yakni tandan buah segar US$0, biji sawit US$25 per ton, bungkil sawit US$25 per ton, dan tandan buah kosong US$15 per ton. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.