OMNIBUS LAW

Ekonom: Tarif Pajak Turun, Investasi Tidak Otomatis Naik

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 Desember 2019 | 18:00 WIB
Ekonom: Tarif Pajak Turun, Investasi Tidak Otomatis Naik

Ekonom senior Indef Faisal Basri.

JAKARTA, DDTCNews – Urgensi rencana pemerintah untuk membuat omnibus law perpajakan dan cipta lapangan kerja dipertanyakan.

Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan dalam kondisi perekonomian Indonesia yang tidak begitu terpuruk, skema kebijakan seperti omnibus law tidak terlalu mendesak.

“Pertanyaan utama itu sebetulnya tujuan dari kebijakan itu apa? Karena saat ini kondisi ekonomi tidak sedang buruk sekali,” katanya, Rabu (18/12/2019).

Baca Juga:
Omnibus Law Disetujui DPR, Ketentuan Pajak di Negara Ini Direvisi

Faisal menjabarkan bila omnibus law cipta lapangan kerja dibuat untuk mengurangi angka pengangguran, hal tersebut kurang tepat. Pasalnya, statistik pengangguran dalam beberapa tahun terakhir cenderung turun seperti yang disampaikan pemerintah selama ini.

Begitu juga dengan investasi yang tetap tumbuh positif di tengah ketidakpastian global saat ini. Pemangkasan tarif pajak penghasilan PPh badan juga dinilai belum memiliki urgensi untuk dilakukan. Menurutnya, penentu utama dalam menarik kegiatan investasi bukan pada instrumen pajak.

Keunggulan komparatif dan kepastian dalam berusaha seharusnya menjadi dua isu yang harus ditangani pemerintah. Secara alamiah, Faisal menyebutkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan sumber daya alam yang melimpah. Pekerjaan rumah terbesar adalah bagaimana memastikan kepastian berusaha yang kondusif bagi kegiatan investasi.

Baca Juga:
Pemerintah Minta Masukan Publik Soal RUU P2SK, Kirim ke Laman Berikut

“Untuk pajak sebetulnya bukan merupakan keluhan pelaku usaha. Ini karena bila tarif pajak turun, investasi tidak otomatis naik. Untuk investasi lebih melihat kepada keunggulan komparatif seperti ketersedian bahan baku dan kepastian dalam berusaha," imbuhnya.

Satu pesan Faisal kepada otoritas adalah omnibus law ini jangan sampai hanya menjadi sarana untuk mengakomodasi kepentingan tertentu. Bila itu yang terjadi maka akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah Presiden Joko Widodo pada periode kedua.

"Jangan sampai omnibus law ini menjadi cara pemerintah untuk memenuhi seluruh permintaan dunia usaha. Kepentingan tenaga kerja dan masyarakat juga harus masuk di situ," terangnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra