DEFISIT RAPBN 2019

Ekonom: Target Defisit di Bawah 2% Perlu Dirancang Ulang

Redaksi DDTCNews | Rabu, 11 April 2018 | 15:51 WIB
Ekonom: Target Defisit di Bawah 2% Perlu Dirancang Ulang

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019, angka defisit bisa ditekan kurang dari 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menanggapi hal itu, Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri berpendapat pemerintah sebaiknya merancang ulang target defisit tersebut. Masalahnya, defisit di bawah 2% bukan cuma masalah realistis atau tidak, tetapi juga masalah diperlukan atau tidak.

Menurutnya, APBN bisa menjadi salah satu instrumen untuk mendorong pertumbuhan apalagi jika elemen dari pengeluaran cenderung memberi multiplier efek yang tinggi. Jadi, lanjutnya, tidak ada relevansi menekan defisit ketika permintaan di dalam ekonomi malah dalam kondisi rendah.

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

"Malah mungkin yang diperlukan adalah defisit yang lebih besar asalkan masih managable. Kalau masalah realistis atau tidak, kita lihat saja bagaimana pendapatan pemerintah," katanya, Selasa (10/4).

Menurut Yose, pajak saat ini masih belum bisa meningkat sesuai harapan. Selalu di bawah target dan tumbuh di bawah dari pertumbuhan ekonomi yang nominalnya mencapai 9% per tahun.

"Jika menutup dari pendapatan pajak masih akan sulit. Satu-satunya cara yakni mengaharapkan pemasukan dari pajak sumber daya alam dan komoditas," tandasnya.

Baca Juga:
PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!

Memang harga komoditas mineral dan pertanian mulai meningkat, yang memperbaiki pemasukan dari pajaknya, termasuk kenaikan harga minyak bumi. Namun, masih belum bisa dipastikan akan terus seperti itu. Apalagi, lanjut Yose, ada peningkatan ketidakpastian ekonomi dunia akibat perang dagang yang berlangsung saat ini.

Dari sisi pengeluaran, Indonesia masih menghadapi neraca primer yang negatif, artinya sebagian utang digunakan untuk membayar bunga. Tentunya pengeluaran juga akan menjadi semakin besar dan dibutuhkan defisit yang lebih besar.

"Apalagi banyak proyek infrastruktur yang akhirnya harus dibiayai negara sebagai support untuk BUMN. Meskipun secara accounting ini memang tidak dihitung sebagai defisit, tetapi tetap menjadi beban dari anggaran," ujarnya.

Baca Juga:
Resmi! Pemerintah Umumkan PPN Tetap Naik Jadi 12% Mulai 1 Januari 2025

Yose menduga target pemerintah ini mungkin dilakukan untuk mengurangi kritik terhadap utang pemerintah yang dianggap besar. Namun, menurutnya pemerintah tidak boleh terjebak oleh kebijakan yang sifatnya politis tetapi tetap bersandarkan pada perhitungan ekonomi.

"Kalaupun memang perekonomian dapat didukung dengan pengeluaran yang lebih besar, mengapa tidak dilakukan saja," katanya.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) UGM Tony Prasetiantono sepakat pemerintah tidak perlu terlalu defensif dan overreacted. Jangan sampai pencanangan defisit di bawah 2% terhadap PDB itu seolah hanya untuk merespons kritik tentang utang pemerintah.

Baca Juga:
Sri Mulyani Waspadai Dampak Kebijakan Trump terhadap Ekonomi Indonesia

Menurutnya, pemerintah sebaiknya bersikap normal saja, tidak perlu mengerem terlalu berlebihan. Defisit 2,19% seperti pada APBN 2018 sudah cukup baik, sehingga tidak perlu diturunkan lagi.

"Nanti malah APBN kehilangan daya dorong. Itu malah berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Stimulus fiskal jadi melemah, loyo, tak bertenaga," katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan mengatakan pemerintah akan melakukan peningkatan penerimaan dari perpajakan dan PNBB serta optimalisasi belanja sebagai kebijakan utama tahun depan.

Baca Juga:
Kepastian PPN 12% dan PPh Final UMKM, Pemerintah Umumkan Senin Besok

"Kami akan fokus pada belanja prioritas. Dalam KEM PPKF 2019 yang akan disampaikan ke DPR pertengahan Mei target pendapatan dan defisit masih dalam kisaran," katanya.

Rofyanto menambahkan pemerintah juga akan melanjutkan dan memperkuat reformasi di perpajakan serta kerja sama Internasional. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Senin, 16 Desember 2024 | 11:05 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!

Senin, 16 Desember 2024 | 10:47 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Resmi! Pemerintah Umumkan PPN Tetap Naik Jadi 12% Mulai 1 Januari 2025

Minggu, 15 Desember 2024 | 13:13 WIB PEREKONOMIAN GLOBAL

Sri Mulyani Waspadai Dampak Kebijakan Trump terhadap Ekonomi Indonesia

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru