Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Inarno Djajadi.
JAKARTA, DDTCNews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut institusinya terus mempersiapkan infrastruktur bursa karbon. Harapannya, mekanisme perdagangan karbon dapat berjalan bersamaan dengan implementasi pajak karbon.
Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Inarno Djajadi mengatakan OJK tengah menyiapkan infrastruktur pengaturan yang berkaitan dengan kelembagaan dan operasional penyelenggaraan bursa karbon.
"Nanti, di dalamnya akan ditetapkan instrumen unit karbon sebagai efek yang dapat diperdagangkan di bursa karbon," katanya, dikutip pada Jumat (4/11/2022).
Inarno menuturkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya telah menerbitkan Permen LHK 21/2022. Merujuk pada Pasal 27 Permen LHK 21/2022, penyelenggara bursa karbon adalah bursa efek atau penyelenggara pasar yang telah mendapat izin usaha dari OJK.
Dengan ketentuan itu, OJK pun menyiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk penyelenggaraan bursa karbon. Simak 'Sri Mulyani: Presiden Jokowi Minta Indonesia Punya Bursa Karbon'
Saat ini, OJK bersama Self-Regulatory Organization (SRO) pasar modal di Indonesia sedang mengkaji spesifikasi bisnis pada bursa karbon. Dalam hal ini, OJK menjadikan negara seperti Eropa dan Korea Selatan sebagai benchmark penerapan bursa karbon.
"Untuk pengawasan bursa karbon di pasar modal akan dilakukan oleh OJK dan tentunya ini juga dikoordinasikan dengan KLHK," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021 yang mengatur pembentukan bursa karbon untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon.
Bursa karbon akan menjadi sistem yang mengatur tentang pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, serta status kepemilikan dari suatu unit karbon.
Selain itu, upaya pemerintah mengendalikan emisi karbon juga dilakukan melalui implementasi pajak karbon. UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur pengenaan pajak karbon dimulai pada 1 April 2022, tetapi hingga saat ini belum terimplementasi.
Pada tahap awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Oleh karena itu, pemerintah juga harus menyiapkan mekanisme perdagangan karbon yang tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga secara internasional. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.