MAJALENGKA, DDTCNews — DPRD meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka untuk tidak terus-menerus mengandalkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebagai penopang pendapatan pajak daerah menyusul langkah Pemkab yang menaikkan nilai jual objek pajak (NJOP) setiap tahunnya.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Majalengka Fuad Abdul Azid menilai meski keputusan menaikkan NJOP secara signifikan bertujuan mendongkrak pendapatan daerah, namun di sisi lain telah membebani masyarakat.
“Pemkab perlu mengkaji kembali sebelum melanjutkan kebijakan menaikkan NJOP. Penetapan NJOP yang baru sangat tinggi bisa mencapai lebih dari 90% dari NJOP yang lama,” tutur Fuad.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi II DPRD Dede Aif Mussofa. Dia menyatakan telah menerima banyak keluhan dari masyarakat akibat tagihan PBB-P2 yang harus dibayar meningkat drastis. Menurutnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan peraturan daerah.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mengatur penetapan NJOP dilakukan setiap 3 tahun sekali.
Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa jika terjadi perkembangan pembangunan yang mengakibatkan kenaikkan NJOP yang cukup besar, maka penetapan NJOP bisa dilakukan setahun sekali. Namun, yang terjadi di lapangan pihak pemkab turut menaikkan NJOP setahun sekali di wilayah dengan perkembangan ekonomi rendah.
Sementara Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Majalengka Otong Waryo Efendi menyatakan pihaknya telah menaikkan NJOP sesuai dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan di suatu wilayah. “Contohnya, DPKAD baru menaikkan NJOP di wilayah Kertajati beberapa tahun belakangan ini, padahal harga pasar tanah di wilayah itu sudah melonjak tajam sejak lama,” jelas Otong.
Fuad menambahkan, seperti dikutip fajarnews.com, pemkab untuk menggali potensi pajak daerah dari sektor lain, seperti parkir. Menurutnya, saat ini pemungutan pajak parkir dan retribusi parkir masih belum optimal, realisasi pendapatannya masih jauh dari estimasi potensinya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.