TRANSFER PRICING

DJP: Sudah Ada WP Ajukan Peninjauan APA Akibat Pandemi

Redaksi DDTCNews | Senin, 01 Februari 2021 | 16:03 WIB
DJP: Sudah Ada WP Ajukan Peninjauan APA Akibat Pandemi

Paparan Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Dwi Astuti. (Foto: Youtube Official UKI Jakarta)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan tren sengketa pajak terkait dengan transfer pricing makin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dengan demikian, perlu upaya ekstra untuk melakukan pencegahan oleh otoritas.

Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional DJP Dwi Astuti tidak memerinci seberapa tinggi tren sengketa pajak terkait dengan transfer pricing.

Menurutnya, naiknya tren sengketa pajak terkait dengan penetapan harga transfer untuk transaksi yang memiliki hubungan istimewa disebabkan oleh beberapa faktor.

Baca Juga:
Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Pertama, jenis transaksi yang digunakan makin banyak dengan metode yang makin rumit. Kedua, meningkatnya pengetahuan wajib pajak dan otoritas tentang transaksi lintas batas yang berkaitan dengan afiliasi usaha di luar negeri. Kedua faktor itu tidak jarang berujung sengketa pajak.

"Kalau dibilang akhir-akhir ini banyak sekali sengketa di bidang transfer pricing seperti Pak Torang [moderator] bilang itu betul, karena jenisnya makin banyak dan metode yang luar biasa tingkat kerumitannya," katanya dalam webinar Universitas Kristen Indonesia (UKI), Senin (1/2/2021).

Dwi Astuti menjabarkan upaya DJP untuk menekan potensi terjadinya sengketa dengan wajib pajak terkait dengan transfer pricing adalah dengan melakukan upaya pencegahan.

Baca Juga:
Diakui CIOT, DDTC Academy Buka Lagi Kelas Persiapan ADIT

Hal tersebut dilakukan otoritas dengan mendorong wajib pajak memanfaatkan fasilitas kesepakatan harga transfer atau Advance Pricing Agreement (APA). Menurutnya, pemerintah sudah memberikan panduan lengkap terkait dengan tata cara APA melalui PMK No.22/2020.

Selain itu, aturan turunan dari PMK No.22/2020 melalui Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) No.17/2020 juga ikut mengakomodasi opsi peninjauan kembali APA yang sudah disepakati jika pelaku usaha terdampak pandemi Covid-19.

Pasal 3 ayat (4) PER-17/PJ/2020 menyebutkan bagi wajib pajak terdampak negatif pandemi maka tingkat laba yang diajukan dalam proyeksi laporan keuangan pada permohonan APA merupakan tingkat laba hasil penyesuaian pada kondisi normal.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Sebelumnya, relaksasi itu tidak diatur dalam aturan tata cara pelaksanaan APA. Salah satu ketentuan formal pelaksanaan APA ialah penyelenggaraan dokumen transfer pricing tidak mengakibatkan laba operasi lebih kecil dari laba operasi 3 tahun pajak sebelum tahun pajak pengajuan APA.

"Jika APA sudah disepakati sebelum pandemi dan ternyata bisnisnya terimbas negatif maka bisa melakukan peninjauan kembali. Sampai saat ini sudah ada 1 permohonan peninjauan kembali yang diterima. Jadi bisa duduk bersama dan didiskusikan," ujarnya.

Dwi Astuti menjamin kerahasiaan dokumen permohonan APA yang diajukan oleh wajib pajak. Dia menegaskan instrumen APA merupakan salah satu cara DJP untuk mencegah terjadinya sengketa pajak terkait dengan transaksi transfer pricing yang dilakukan wajib pajak.

"Dokumen dalam proses APA tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan tindak pidana perpajakan, jadi dijamin kerahasiaannya," imbuhnya. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

01 Februari 2021 | 20:19 WIB

TP adalah cara yg effektif bagi investor asing utk menghindari pajak dgn cara yg sering kali dibuat buat dan asalan . Terlepas dr OEDC, DJP hendaknya membuat peraturan yg lebih jelas biaya apa yg bisa dijadikan beban anak perusahaan dan ukuran terhadap biaya yg dibebankan salah satunya cost dan benefit. Selama ini tampaknya mudah aja membebankan anak perusahaan dgn management cost, IT, HRD etc APA mungkin dapat dijadikan salah satu syarat dgn catatan tidak ada kolusi

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 14:10 WIB PELATIHAN PROFESI PAJAK INTERNASIONAL

Diakui CIOT, DDTC Academy Buka Lagi Kelas Persiapan ADIT

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:53 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

USKP Kembali Digelar Desember 2024! Khusus A Mengulang dan B-C Baru

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kabinet Gemuk Prabowo, RKAKL dan DIPA 2024-2025 Direstrukturisasasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:32 WIB SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Profesional DDTC Bersertifikasi ADIT Transfer Pricing Bertambah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi