Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini masih mematangkan rencana pengenaan pajak karbon.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan pajak karbon harus disusun secara hati-hati. Saat ini, DJP bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan kementerian/lembaga lain mulai menyusun peraturannya.
"Dari sisi regulasi, DJP dan BKF sudah menyusun sebenarnya yang terkait dengan implementasi dari carbon tax ini," katanya, Selasa (26/9/2023).
Ihsan menegaskan pembahasan mengenai pajak karbon terus dilanjutkan. Dalam pembahasannya, pemerintah akan memperhatikan semua aspek yang dapat terdampak kebijakan pajak karbon.
Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah memperkenalkan pengenaan pajak karbon. Pajak karbon diharapkan mampu mengubah perilaku konsumsi energi masyarakat menjadi lebih ramah lingkungan.
Pemungutan pajak karbon akan menggunakan mekanisme cap and trade. Dalam hal ini, pemerintah akan menetapkan cap emisi suatu sektor sehingga pajak yang dibayarkan hanya selisih antara karbon yang dihasilkan dengan cap. Selain itu, ada pula skema jual-beli kredit karbon.
Sebagai langkah awal, pajak karbon bakal dikenakan pada PLTU batu bara. Jenis pajak ini semula direncanakan mulai berlaku pada 1 April 2022, tetapi sejauh ini belum terimplementasi.
"Apakah bisa bursa karbon tanpa pajak karbon? Bisa saja, meskipun secara regulasi kami sudah siapkan yang sekarang masih dalam diskusi," ujar Ihsan.
Hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meluncurkan bursa karbon untuk mendukung upaya pencapaian target nationally determined contribution (NDC). Bursa Efek Indonesia (BEI) ditunjuk sebagai penyelenggara bursa karbon. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.