Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) masih menyimpan asa untuk menggenjot penerimaan pajak pada hari terakhir 2019. Sektor jasa keuangan dan serapan belanja pemerintah masih menjadi andalan otoritas pajak.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan hingga hari terakhir masih terus mengupayakan akselerasi setoran pajak. Angka 85% atau Rp1.340,9 triliun dari target pajak tahun ini yang sejumlah Rp1.577,56 triliun terus diupayakan dapat terlampaui.
“Kami berdoa sebanyak mungkin untuk, nanti lah malam ini, karena belum selesai hingga pukul 00.00," katanya di Kantor Kemenkeu setelah menghadiri video conference, Selasa sore (31/12/2019).
Yon menuturkan pada hari terakhir di 2019 otoritas pajak mengandalkan penerimaan dari dua sumber. Pertama, realisasi belanja pemerintah baik pusat dan daerah. Untuk segmen ini, setoran pajak bukan hanya dari bendahara kementerian/lembaga tapi juga badan usaha yang menjadi rekanan dari kegiatan belanja yang bersumber dari APBN dan APBD.
Kedua, realisasi setoran PPh badan dari sektor jasa keuangan. Untuk sektor ini, setoran pajak dari perbankan dan badan usaha yang terdaftar di Kanwil Wajib Pajak Besar mengalami peningkatan yang signifikan pada bulan terakhir 2019.
“Kalau PPh badan, dinamisasi-dinamisasi masih ada, sekarang yang lagi bagus bank. Jadi, bank ada dinamisasi. Di tempatnya Pak Toto (Kakanwil WP Besar) yang bagus. Kalau yang lain, relatif stabil," paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, realisasi penerimaan pajak hingga akhir November mencapai Rp1.136,2 triliun. Dengan demikian, realisasi ini baru mencapai 72% dari target APBN senilai Rp1.577,6 triliun.
Realisasi tersebut terkontraksi 0,04% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Artinya, kinerja penerimaan pajak per akhir November 2019 tambah memburuk dibandingkan per akhir Oktober 2019 yang masih bisa tumbuh 0,23%.
Sebelumnya, otoritas mengestimasi shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak tahun ini akan berada di kisaran Rp140 triliun hingga Rp200 triliun. Dengan estimasi realisasi 85% berarti shortfall setidaknya diestimasi tidak lebih dari Rp236.634 triliun.
DDTC Fiscal Research memproyeksi dalam skenario terburuk, penerimaan pajak hanya akan mencapai 83,6% atau sekitar Rp1.318 triliun. Dengan demikian, shortfall berisiko makin dalam hingga mencapai Rp259 triliun. Simak ulasan tantangan dan outlook pajak yang disampaikan DDTC Fiscal Research selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terimakasih untuk seluruh jajaran Kementerian Keuangan Indonesia yang telah bekerja dan mengabdi untuk negara kita ini. Sebagai seorang mahasiswa, cita cita untuk masuk dalam jajaran bagian bendahara negara adalah impian terbesar sejak dulu. Tanggapan saya terhadap realisasi maupun finalisasi dari Total penerimaan negara terutama dari pajak selama 2019 ini, memiliki dampak negatif dan positif. Tidak apa apa, ketika pemerintah tidak dapat menerima total penerimaan seperti yang ditargetkan, tetapi pemerintah telah berhasil meningkatkan kurs rupiah sejak beberapa waktu lalu sampai pada pekan pertama di 2020. Selain dapat memberik tambahan penerimaan pajak, yang pasti kurs tersebut didukung oleh keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan gejolak ekonomi global yang terjadi sekarang terutama karena adanya kekambatan perekonomian AS, dan juga telah berhasil meningkatkan iklim investasi yang positif selama 2019 berjalan hingga pekan pertama tahun ini. #MariBicara