Partner of DDTC Fiscal Research and Advisory B. Bawono Kristiaji. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Program pengungkapan sukarela (PPS) dipandang sebagai kesempatan kedua bagi wajib pajak untuk menuntaskan kewajiban perpajakannya di tengah makin kuatnya kemampuan DJP dalam mengolah data dan informasi.
Partner of DDTC Fiscal Research and Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan saat ini DJP bisa mengakses data dan informasi dari lembaga keuangan. Namun, pemerintah memilih untuk tidak memanfaatkan data dan informasi tersebut secara konfrontatif.
"Justru yang ingin dikedepankan adalah memberikan kesempatan dahulu kepada wajib pajak untuk secara sukarela terlibat dalam PPS ini," ujar Bawono dalam Talk Show PPS: Apa dan Bagaimana Setelah PPS, Rabu (22/6/2022).
Bawono mengatakan situasi PPS saat ini berbeda dengan iklim perpajakan saat kebijakan tax amnesty. Kala pemerintah menyelenggarakan tax amnesty, DJP belum mendapatkan data dari skema Automatic Exchange of Information (AEOI). Justru tax amnesty digelar untuk membuka jalan bagi pemerintah dalam mengumpulkan seluruh informasi tersebut.
Ketika PPS diselenggarakan pada tahun ini, DJP sudah memiliki data dan informasi yang melimpah serta memiliki kemampuan mengolah data tersebut secara mumpuni.
"DJP sudah bisa mengolah data, ini [PPS] sukarela bagi Anda, ini pilihan, dan ada konsekuensi logis dari pilihan-pilihan tersebut," ujar Bawono.
Dengan PPS, diharapkan jumlah masyarakat di Indonesia yang turut berpartisipasi dalam pembayaran pajak dan menopang penerimaan dapat terus bertambah.
Pasalnya, dari kurang lebih 130 juta angkatan kerja di Indonesia, hanya 42 juta orang saja yang terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi. Dari jumlah tersebut, hanya 14 juta wajib pajak berstatus wajib melaporkan SPT dan hanya 12 juta di antaranya yang menyampaikan SPT-nya.
"Artinya, sistem pajak di Indonesia saat ini masih ditopang oleh pihak-pihak tertentu, belum partisipatif. Maka sebenarnya yang ingin didorong adalah kegotoroyongannya," ujar Bawono.
Untuk diketahui, PPS diselenggarakan oleh DJP sejak awal tahun 2022 hingga akhir bulan ini. Wajib pajak masih berkesempatan mengikuti PPS dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) paling lambat pada 30 Juni 2022.
PPS dapat diikuti oleh peserta tax amnesty yang belum sepenuhnya mengungkapkan harta ketika tax amnesty diselenggarakan dan wajib pajak orang pribadi yang belum sepenuhnya mengungkapkan harta perolehan 2016 hingga 2020 dalam SPT Tahunan 2020. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.