BERITA PAJAK HARI INI

DJP Awasi Pembayaran Pajak Masa dan Uji Kepatuhan Tahun Sebelumnya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 28 Mei 2024 | 09:15 WIB
DJP Awasi Pembayaran Pajak Masa dan Uji Kepatuhan Tahun Sebelumnya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pascaperiode pelaporan SPT Tahunan, Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan pengawasan. Terlebih, hingga akhir April 2024, realisasi penerimaan pajak masih turun. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (28/5/2024).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengawasan dilakukan atas pembayaran pajak tahun berjalan atau masa. Misalnya, jika pada tahun berjalan ada kenaikan harga komoditas sehingga ada potensi kenaikan pajak terutang, DJP bisa melakukan dinamisasi.

“Kami akan mengawasi terus, kalau aktivitas ekonomi berubah, harga komoditas berubah, ya kami pun akan melakukan dinamisasi. PPh Pasal 25 kan dihitung 1/12 dari kewajiban PPh 2023, ini yang menjadi pattern yang selama ini kami lakukan,” ujar Suryo.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Sesuai dengan UU PPh, angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh wajib pajak tahun pajak yang lalu dikurangi beberapa kredit pajak dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Simak ‘Ingat, Dirjen Pajak Berwenang Tetapkan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25’.

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2024 senilai Rp624,19 triliun. Capaian tersebut setara dengan 31,38% dari target dalam APBN 2024 senilai Rp1.989 triliun. Namun, realisasi ini masih mengalami kontraksi atau minus sebesar 9,29% (year on year/yoy).

Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan pajak pada akhir April 2023 tercatat senilai Rp688,15 triliun. Realisasi ini setara dengan 40,05% target APBN. Saat itu, kinerja penerimaan pajak juga tumbuh 21,29% (yoy).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Otoritas fiskal menjelaskan performa hingga April 2024 turut dipengaruhi kontraksi penerimaan PPh nonmigas karena penurunan pos PPh badan. Hal ini mencerminkan adanya penurunan profitabilitas pada 2023, terutama pada sektor-sektor komoditas.

Selain mengenai kinerja penerimaan pajak, ada pula ulasan terkait dengan coretax administration system (CTAS) serta rencana kebijakan teknis pajak pada 2025. Ada pula bahasan tentang penyatuan atap Pengadilan Pajak di Mahkamah Agung (MA).

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Profitabilitas Korporasi Turun

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan hingga akhir April 2024 masih minus 35,5%. Kontraksi ini tercatat paling dalam dibandingkan dengan pos penerimaan pajak lainnya.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kontraksi penerimaan PPh badan terjadi seiring dengan penurunan harga komoditas. Namun demikian, PPh badan menjadi jenis pajak dengan kontribusi terbesar terhadap total penerimaan pajak hingga April 2024.

“Ini berarti korporasi-korporasi kita yang memberikan sumbangan 22% terhadap penerimaan pajak profitabilitasnya menurun sehingga bayar pajaknya mereka juga mengalami penurunan," katanya. Simak ‘PPh Badan Minus 35,5%, Sri Mulyani: Profitabilitas Korporasi Turun’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pembayaran Pajak Tahun Sebelumnya

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan selain pembayaran masa, DJP juga akan melakukan pengawasan terhadap pajak yang sudah dibayarkan pada tahun-tahun sebelumnya melalui mekanisme uji kepatuhan secara proporsional berdasarkan pada data.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

“Uji kepatuhan pasti akan kami lakukan secara proporsional. Kami menggunakan data dan informasi yang kami kumpulkan selama ini. Kami bersinergi dengan para pihak, K/L, internal Kemenkeu, dan juga privat untuk mengumpulkan data dan informasi," ujar Suryo.

Suryo mengatakan data yang diperoleh oleh DJP dari berbagai pihak akan menjadi basis untuk melakukan pengujian kepatuhan terhadap wajib pajak yang memiliki kekurangan pembayaran pajak. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Prioritas Pengawasan Pajak

Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, prioritas pengawasan terhadap wajib pajak high wealth individual (HWI) beserta wajib pajak grup merupakan bagian dari kebijakan yang dilakukan untuk penguatan basis perpajakan.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

“Penguatan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dengan melakukan … prioritas pengawasan atas wajib pajak HWI beserta wajib pajak group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital,” bunyi dokumen itu. Simak ‘Kebijakan Pajak 2025: Pengawasan Diperkuat, Prioritas HWI dan WP Grup’.

Penguatan basis perpajakan juga dilakukan dengan beberapa kebijakan. Pertama, penambahan jumlah wajib pajak serta perluasan edukasi perpajakan untuk mengubah perilaku kepatuhan pajak. Kedua, penguatan aktivitas pengawasan pajak dan law enforcement. (DDTCNews)

Implementasi CTAS

Implementasi CTAS akan mengakomodasi kebutuhan wajib pajak terkait dengan dokumentasi berkas-berkas sebelumnya. Misal, jika membutuhkan dokumentasi pelaporan SPT Tahunan PPh badan 3 tahun sebelumnya, wajib pajak tidak perlu lagi mendatangi kantor pelayanan pajak (KPP).

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

“Kita punya namanya document management system. Jadi, seluruh laporan itu sepanjang ada dan telah dimasukkan bisa di-download dan dilihat. Jadi, enggak perlu ke kantor pajak. Download sendiri saja,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi.

Selain document management system, DJP juga akan mengembangkan data quality management sebagai bagian dari CTAS. Data quality management memastikan kualitas data pihak ketiga sudah benar. Simak pula ‘Coretax DJP, Behaviour Wajib Pajak Ditangkap dalam Sistem’. (DDTCNews)

Usulan Pembentukan Lembaga Independen

Badan Anggaran (Banggar) DPR mengusulkan pembentukan lembaga independen semacam Congressional Budget Office (CBO) guna mendukung pelaksanaan fungsi anggaran oleh DPR.

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Wakil Ketua Banggar DPR Muhidin Muhammad Said mengatakan lembaga independen seperti CBO memiliki peran penting dalam membantu Kongres Amerika Serikat (AS) untuk menyusun kebijakan penganggaran yang kuat dan berkualitas.

"Hal ini selayaknya diadopsi parlemen di Indonesia sehingga fungsi anggaran parlemen, khususnya di Banggar berperan sebagai pemegang amanah rakyat (social trustee) dan dapat membuat kebijakan yang akurat," katanya. (DDTCNews)

Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak ke MA

Kemenkeu membentuk kelompok kerja (pokja) internal untuk mendukung penyatuan atap Pengadilan Pajak ke MA. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu Heru Pambudi, pokja perlu dibentuk agar pengalihan kewenangan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kemenkeu ke MA berjalan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

"Di Kemenkeu ada konsolidasi supaya nanti terjemahan dari putusan MK itu betul-betul bisa hasilnya baik dan memastikan klien Pengadilan Pajak bisa mendapatkan keputusan hukum dari proses peradilan pajaknya,” ujar Heru.

Pokja yang dibentuk Kemenkeu akan berdiskusi dengan pokja penyatuan atap Pengadilan Pajak yang telah dibentuk oleh MA berdasarkan pada Keputusan Ketua MA Nomor 112/KMA/SK.OT1/IV/2024. Simak ‘Lengkap, Ini Susunan Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA’. (DDTCNews)

Pemberian Insentif Perpajakan di IKN

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan berbagai insentif perpajakan ini diberikan untuk menarik lebih banyak investor di IKN. Pemberian insentif juga tidak akan menggerus basis penerimaan yang sudah ada (existing).

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

“Pemberian insentif ini tidak akan menggerus existing basis penerimaan kita," katanya.

Febrio mengatakan pembangunan IKN bertujuan untuk mendorong pemerataan pembangunan. Situasi tersebut diharapkan juga akan lebih mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra