Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kewajiban untuk menjalin kemitraan antara PPMSE dan DJBC sesuai dengan PMK 96/2023 akan menekan praktik under invoicing atas barang kiriman. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (12/10/2023).
Praktik under invoicing merupakan modus pelanggaran ketentuan pada bidang kepabeanan dengan memberitahukan harga di bawah nilai transaksi. Terbitnya PMK 96/2023 menjadi bagian dari upaya perbaikan proses bisnis impor dan ekspor barang kiriman.
“Kami melihat adanya indikasi praktik under invoicing atas barang kiriman,” ujar Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Fadjar Donny Tjahjadi.
Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan salah satu wujud kemitraan antara penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dan DJBC adalah pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman.
Pemeriksaan satu per satu tidak mudah mengingat dokumen barang kiriman selama ini bisa mencapai jutaan. Dengan e-catalog dan e-invoice, DJBC lebih mudah merekonsiliasi antara e-invoice yang dikirimkan PPMSE dan consignment note (CN) yang disampaikan perusahaan jasa titipan (PJT).
Selain mengenai praktik under invoicing atas barang kiriman, ada pula ulasan terkait dengan imbauan agar pemotong atau pemungut pajak juga turut serta mendorong pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi.
Data e-catalog yang dipertukarkan antara PPMSE dan DJBC paling sedikit memuat nama PPMSE, identitas penjual, uraian barang, kode barang, kategori barang, spesifikasi barang, negara asal, satuan barang, harga barang dalam cara penyerahan delivery duty paid, tanggal pemberlakuan harga, jenis mata uang, dan URL barang.
Untuk data e-invoice yang dipertukarkan mencakup nama PPMSE, nama penerimaan barang, nomor invoice, tanggal invoice, uraian barang, kode barang, jumlah barang, satuan barang, harga barang dalam cara penyerahan delivery duty paid, jenis mata uang, nilai tukar, promosi yang diberikan, URL barang, dan nomor telepon penerima barang.
"Kami kepengennya sih NPWP atau NIK. Ke depan, nanti akan ke sana, permintaan dari saudara kami di Direktorat Jenderal Pajak," ujar Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam. (DDTCNews)
PMK 96/2023 juga memuat perubahan sistem pemberitahuan pabean dan penetapan tarif atau nilai pabean barang hasil perdagangan. Semula, mekanisme yang dipakai berupa official assessment. Kini, skema yang dipakai adalah self assessment.
Dengan mekanisme self assessment, pemberitahu akan menghitung sendiri bea masuk dan pajak yang harus dibayar. Apabila yang diberitahukan ternyata undervalued maka akan ada konsekuensi berupa sanksi sebesar 100% hingga 500% dari bea masuk yang kurang dibayar.
"Oleh karena itu, bagi marketplace, PJT, atau PT Pos harus tahu persis dalam hal hasil perdagangan ini invoice-nya mana. Dimintakan kepada pihak pengirim supaya jangan sampai salah," ujar Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam. (DDTCNews)
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan bila tidak dilengkapi NIK wajib pajak maka bukti potong atau bukti pungut tersebut dianggap tidak valid. Dengan demikian, kewajiban pemotongan atau pemungutan dianggap belum terlaksana.
"Ini seperti ada tanggung jawab renteng. Harusnya pemungut membantu pemerintah mengimbau pihak yang dipungut untuk melakukan pemadanan dahulu, supaya si pemungut bisa menerbitkan bukti pungut," ujar Dian. (DDTCNews)
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan berbagai langkah penataan ekosistem logistik telah membuat waktu bongkar muat atau dwelling time di Indonesia mengalami penurunan menjadi 2,52 hari pada Agustus 2023.
"Upaya pembenahan sistem logistik nasional tersebut telah membuahkan hasil dengan dwelling time nasional pada Agustus 2023 mencapai 2,52 hari, melampaui target 2,9 hari. Unggul di kawasan Asean, hanya sedikit di bawah Singapura," ujarnya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memberikan dukungan kepada Indonesia untuk menjalani proses aksesi menjadi anggota organisasi tersebut.
Sri Mulyani menegaskan Indonesia berkomitmen melakukan proses aksesi menjadi anggota OECD. Apabila aksesi sukses, lanjutnya, Indonesia akan menjadi negara Asia ketiga yang menjadi anggota OECD, setelah Jepang dan Korea Selatan.
"Saya yakinkan komitmen kami dalam menjadi anggota OECD sangatlah bulat. Langkah-langkah reformasi Indonesia di berbagai sisi akan terus berjalan," katanya melalui Instagram @smindrawati. Simak ‘Keanggotaan Indonesia di OECD Bakal Tingkatkan Investasi Asing’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.