JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (1/11) kabar datang dari media masa yang mengatakan bahwa ratusan korporasi, beberapa di antaranya adalah perusahaan terbuka dan penanaman modal asing, diduga menggunakan atau menerbitkan faktur pajak bodong untuk memperoleh restitusi. Kasus itu telah ditangani oleh Ditjen Pajak melalui Direktorat Penegakan Hukum sejak beberapa bulan lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri mengaku telah mengantongi data ratusan perusahaan yang melakukan praktik tak terpuji itu, termasuk 100 perusahaan yang sebelumnya diidentifikasi melaui proses joint analysis antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama juga tak memberikan jawaban soal potensi penerimaan dari hasil penyisiran.
Dari ratusan perusahaan yang masuk daftar bukti permulaan (bukper) pada tahun ini, sebagian bersedia membayar ke negara lebih dari Rp1 triliun. Adapun, potensi penerimaan yang belum dibayarkan oleh perusahaan itu lebih dari Rp2 triliun. Pada tahun lalu, dari proses bukper diperoleh penerimaan negara sebesar Rp5 triliun. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Benny Soetrisno mengatakan pemerintah seharusnya melakukan pendekatan yang lebih ramah kepada pembayar pajak.
Berita lainnya mengenai disetujuinya pengunduran diri Dadang Suwarna oleh Sri Mulyani. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Sri Mulyani Setujui Pengunduran Diri Pejabat Pajak Dadang Suwarna
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menerima pengunduran diri Dadang Suwarna sebagai Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak. Dadang dikembalikan lagi ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ini juga ditandai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 778 Tahun 2017 tanggal 24 Oktober 2017. Proses pengembalian ke instansi awal dianggap sebagai hal yang biasa. Sri Mulyani membantah bila Dadang terkait dengan kasus berat. "Sama sekali enggak ada. Saya tahu, saya cek minta Wamen, Sekjen, direktur enggak ada sama sekali," jelasnya. Direktur P2 Humas, Hestu Yoga Saksama, menambahkan terkait pemberitaan pembatalan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dianggap pemicu pengunduran diri Dadang, maka dipastikan bahwa tidak ada pemeriksaan bukti permulaan yang dibatalkan.
- Manajemen Alexis: Kami Bayar Pajak Rp30 Miliar Per Tahun
Manajemen Hotel Alexis menyatakan mereka selalu taat membayar pajak. Besar pajak yang mereka bayarkan per tahun mencapai Rp30 miliar. ”Kami taat pajak, per tahun kami bayar sampai Rp30 miliar. Sudah include semuanya. Kalau pajaknya sebesar itu bisa dibayangkan berapa omzetnya,” kata Legal Corporate Hotel Alexis Lina Novita saat jumpa pers di lantai dua Hotel Alexis, Selasa (31/10). Angka itu, kata Lina, merupakan akumulasi dari semua unit usaha yang ada di Hotel Alexis, mulai dari restoran, griya pijat, hingga spa. Dia menjelaskan pihaknya sudah mengajukan perpanjangan izin ke pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) setempat sejak Juli 2017. Namun, hingga masa izin operasional mereka habis per Oktober 2017, pihak PTSP belum memberikan izin perpanjangan.
- Kumpulkan Pejabat Pajak, Sri Mulyani Beri Arahan Soal Kejar Setoran
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan arahan kepada seluruh pejabat Ditjen Pajak terkait dengan cara mengejar setoran pajak yang telah ditetapkan dalam APBN. Dalam APBN-P 2017, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp1.283,6 triliun, dan sampai September tahun ini baru mencapai 60% atau setara Rp770 triliun dan masih menyisakan sekitar Rp513 triliun. Sri Mulyani menyebutkan Ditjen Pajak menjadi gambaran bagi suatu negara itu maju atau mundur. Dia meminta kepada seluruh pejabat Ditjen Pajak untuk menarik setoran tanpa meresahkan. Mengenai strategi khusus, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengakui tidak menyiapkan strategi khusus, melainkan hanya mengandalkan database yang dimiliki.
- Banyak Toko Tutup, Pengelola Mal Minta Kelonggaran Pajak
Banyaknya gerai retail yang tutup akhir-akhir ini membuat pengelola pusat perbelanjaan meminta pemerintah untuk mengurangi beban pajak. Permintaan ini disampaikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Stefanus Ridwan mengungkapkan banyak sekali komponen pajak yang harus dibayar oleh peretail yang berjualan di mal. Dari mulai pajak penjualan, pajak pertambahan nilai, hingga pajak dari pembayaran listrik, hingga reklame. Banyaknya jenis pajak yang harus dibayar peretail di mal membuat mereka kurang kompetitif dibandingkan e-commerce. Stefanus menilai, pergeseran ke sistem belanja online tak bisa dianggap remeh. Meskipun masih sekitar 1-2% dari total keseluruhan aktivitas belanja masyarakat, namun apabila dihitung, nominal belanja online bisa saja menjadi besar. Stefanus mengakui, selain perubahan pola belanja konsumen di mall, ada beberapa hal yang menjadi disrupsi ke bisnis ritel, salah satunya adalah alokasi belanja ke pariwisata yang lebih besar ketimbang berbelanja. Dia mengatakan, banyak anak muda pergi ke banyak objek wisata dan berbelanja di tempat-tempat tersebut. (Amu)