BERITA PAJAK HARI INI

Dirjen Pajak: Dorong WP Lakukan Pembetulan Sebelum Pemeriksaan

Redaksi DDTCNews | Jumat, 20 November 2020 | 08:15 WIB
Dirjen Pajak: Dorong WP Lakukan Pembetulan Sebelum Pemeriksaan

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Skema baru sanksi administrasi pajak diproyeksi akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (20/11/2020).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan skema sanksi administrasi pajak pada UU KUP, yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja, akan mendorong wajib pajak untuk melakukan pembetulan secara mandiri sesuai dengan sistem self assessment.

“Sanksi memang cost tapi dibuat tidak terlalu tinggi. Kami berupaya untuk mendorong wajib pajak lebih taat dan melakukan pembetulan sebelum kami melakukan pemeriksaan," ujar Suryo.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Suryo mengatakan skema sanksi administrasi dalam UU KUP, yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja, menggunakan acuan suku bunga yang berlaku ditambah dengan persentase tertentu. Hal tersebut membuat besaran sanksi yang harus ditanggung wajib pajak lebih rendah.

Selain pengaturan ulang skema sanksi administrasi pajak, masih ada pula bahasan mengenai dinamisasi yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP). Dinamisasi – yang menimbulkan pembayaran PPh Pasal 25 lebih awal – kemungkinan tidak dilakukan otoritas pada tahun ini.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru
  • Di Bawah 2%

Dirjen Pajak Suryo Utomo memberi contoh untuk wajib pajak yang secara sukarela melakukan pembetulan sebelum diperiksa oleh fiskus, sanksi bunga per bulan hanya sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor sebesar 5%, kemudian dibagi 12.

Bila ketidakbenaran ditemukan oleh otoritas pajak melalui pemeriksaan, sanksi yang dikenakan adalah sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor sebesar 10%, kemudian dibagi 12. Bila ketidakbenaran diungkapkan setelah diperiksa, sanksi yang dikenakan adalah sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor sebesar 15%, kemudian dibagi 12.

"Semuanya masih di bawah 2%. Salah satu konteks UU Cipta Kerja ini kan bagaimana kami mendorong kepatuhan dengan cara yang lebih murah sanksinya," ujar Suryo. Simak artikel ‘Skema Baru Sanksi Administrasi Bakal Dorong Kepatuhan Wajib Pajak’ (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru
  • Efek Pandemi Covid-19

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dinamisasi kemungkinan tidak akan dilakukan pada tahun ini. Menurutnya, dinamisasi PPh Pasal 25 selama ini dilakukan karena ada proyeksi PPh terutang meningkat signifikan. Namun, tahun ini, banyak wajib pajak yang mengalami penurunan penghasilan akibat pandemi Covid-19.

“Secara logis tidak bisa melakukan dinamisasi, kecuali untuk beberapa sektor tertentu yang dalam kondisi ini malah meningkat penghasilannya,” ujar Hestu. (Bisnis Indonesia)

  • Berhati-hati

Pemerintah berkomitmen untuk berhati-hati dalam menyusun peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK) terkait kebijakan perpajakan sebagai aturan turunan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan DJP tidak menginginkan adanya kesalahan penulisan dalam aturan turunan klaster perpajakan UU Cipta Kerja yang nantinya berpotensi menimbulkan masalah hingga sengketa.

"Salah tulis [aturan] bisa jungkir balik implementasinya. Saya tidak mau nanti implementasinya salah-salah. Itu bisa jadi salah makna semua dan ujung-ujungnya ke Pengadilan Pajak," ujar Suryo. (DDTCNews/Kontan)

  • Sosialisasi

Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita mengatakan ketentuan perpajakan pada UU Cipta Kerja berpotensi meningkatkan investasi dan meringankan beban yang harus ditanggung pengusaha. Namun, masih banyak isu-isu spesifik dari sektor-sektor tertentu yang dirasa belum diakomodasi.Oleh karena itu, dia mengusulkan adanya sosialisasi rancangan aturan yang sedang disusun secara lengkap.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

"Sering setiap ada sosialisasi itu yang disampaikan tidak detail, apalagi sekarang kan belum ada PP jadi simpang siur. Oleh karena itu, setiap sektor harus dapat RPP-nya dan semua harus bisa kasih masukan dan di sana bisa membahas," tuturnya. (DDTCNews)

  • Sesuai dengan Tujuan Awal

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan penyusunan aturan turunan yang mencakup 21 poin perubahan kebijakan perpajakan masih perlu dikawal. Langkah ini dilakukan agar regulasi sesuai dengan tujuan, yakni meningkatkan kegiatan investasi, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kepatuhan sukarela, memberikan kepastian hukum, dan mendukung iklim usaha yang kondusif.

“Tentu harapannya bagaimana 21 ketentuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja, dalam penyusunan aturan pelaksana berupa PP atau PMK, sejalan dengan tujuan besar dari UU Cipta Kerja," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?
  • Suku Bunga Acuan BI

Bank Indonesia (BI) menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 3,75%.Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility juga turun menjadi 3,00% dan suku bunga Lending Facility menjadi 4,50%.

Menurutnya, keputusan tersebut mempertimbangkan proyeksi inflasi yang tetap rendah dan stabilitas eksternal yang terjaga. Pelonggaran kebijakan moneter ini sekaligus sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

25 November 2020 | 22:10 WIB

semoga dengan skema baru sanksi ini tidak menyurutkan wp untuk selalu taat membayar pajak

20 November 2020 | 18:52 WIB

Semoga adanya perubahan kebijakan ini benar-benar dapat meningkatkan compliance Wajib Pajak dan meminimalisir adanya sengketa pajak.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak