Suasana konferensi pers.
JAKARTA, DDTCNews – Komoditas andalan ekspor Indonesia kembali mendapat ganjalan di pasar Uni Eropa. Pemerintah langsung memberikan tanggapan terkait rencana dagang negara Zona Euro tersebut.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan rencana Uni Eropa untuk mengklasifikasikan kelapa sawit dengan lebel risiko tinggi tidak adil. Pasalnya, hanya produk turunan minyak nabati dari kelapa sawit yang masuk kategori berisiko tinggi untuk dijadikan bahan bakar alternatif atau biofiuel.
“Pemerintah menyampaikan keberatan atas keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi draf Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan berisiko tinggi,” katanya dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (18/3/2019).
Mantan Dirjen Pajak itu menegaskan langkah keberatan pemerintah ini disampaikan dalam 10 poin penting. Salah satunya adalah menyesalkan alasan rancangan aturan diajukan atas dasar keberlanjutan lingkungan.
Menurutnya, ketika berdasarkan aspek keberlanjutan, pengukuran harus dilakukan terlebih dahulu untuk semua produk minyak nabati. Hal ini kemudian nihil dalam pertimbangan rancangan aturan tersebut. Dengan demikian, jelas ada nuansa diskriminasi atas produk kelapa sawit di pasar Eropa.
“Pertimbangan kelimuannya sudah diarahkan untuk menjadikan kelapa sawit produk berisiko tinggi. Jadi, dasar rencana aturan ini bukan sustainability tapi lebih kepada proteksionisme,” jelas Darmin.
Ajuan keberatan ini sebagai tindak lanjut kesepakatan dari 6th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang diselenggarakan pada 28 Februari 2019. Tiga negara produsen terbesar minyak sawit dunia yaitu Indonesia, Malaysia, dan Kolombia, menyepakati pemberian tanggapan terkait langkah diskriminatif dari rancangan peraturan Komisi Eropa.
Dalam rancangan aturan dengan nama resmi Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II, ada daftar risiko komoditas untuk kepentingan bahan bakar pada tanggal 13 Maret 2019. Dokumen ini akan diserahkan ke Parlemen Eropa untuk dibahas dalam dua bulan ke depan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.