Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kanwil DJP Nusa Tenggara melalui KPP Pratama Mataram Barat menyudahi sanksi paksa badan (gijzeling) untuk penunggak pajak senilai Rp21,02 miliar.
Otoritas pajak melepaskan penunggak pajak berinisial 'HW' yang merupakan pemilik toko komputer “S” di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat (NTB). Gijzeling dicabut per 15 Agustus 2019, setelah yang bersangkutan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Mataram sejak 8 April 2019.
“KPP Mataram Barat melepaskan sandera penanggung pajak karena telah memenuhi syarat untuk dibebaskan menurut ketentuan yang berlaku,” demikian tulis otoritas melalui keterangan resmi, Senin (9/9/2019).
Adapun kasus tunggakan kewajiban pajak ini berlangsung sejak 2013 silam. Saat itu, Account Representative (AR) KPP Pratama Mataram Barat telah melakukan imbauan persuasif kepada 'HW' untuk melakukan pembayaran pajak dan pembetulan SPT tahunan.
SPT tahunan yang dimaksud adalah SPT tahunan OP & SPT PPN Tahun Pajak 2010 dan 2011. Namun demikian, hal tersebut tidak dihiraukan oleh wajib pajak sehingga dilakukan pemeriksaan oleh fungsional pemeriksa pajak.
Hasil pemeriksaan kemudian menimbulkan pokok pajak dan bunga atas PPN dan PPh OP senilai Rp21,02 miliar. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh KPP Pratama Mataram Barat, termasuk menawarkan kepada wajib pajak untuk ikut tax amnesty, tetapi tidak kunjung memanfaatkannya.
Adapun mekanisme gijzeling diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nor PER-03/PJ/2018. Beleid yang berlaku efektif per 23 Januari 2018 ini merupakan perubahan atas Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-218/PJ/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
“Penyitaan dan pelelangan aset wajib pajak berupa tanah dan bangunan telah dilakukan di beberapa tempat, namun tidak mencukupi untuk pelunasan utang pajak wajib pajak yang bersangkutan,” imbuh DJP.
Unit vertikal DJP tetap berkomitmen untuk mengupayakan pencapaian target penerimaan pajak 2019 yang mengedepankan upaya persuasif. Kegiatan penyuluhan hak dan kewajiban wajib pajak, manfaat pajak, imbauan, pengawasan, dan konsultasi menjadi garda terdepan untuk mengamankan penerimaan.
“Tindakan penegakan hukum berupa pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan akan dilakukan sebagai upaya hukum terakhir,” tegas DJP. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.