BERITA PAJAK HARI INI

Dikurangi, Kriteria Pemberian Fasilitas PPN Jadi 10

Redaksi DDTCNews | Selasa, 07 Desember 2021 | 08:27 WIB
Dikurangi, Kriteria Pemberian Fasilitas PPN Jadi 10

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengurangi jumlah kriteria atau tujuan pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (7/12/2021).

Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Industri Ditjen Pajak (DJP) Josephine Wiwiek Widwijanti mengatakan pengurangan fasilitas pajak merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak.

“Kriteria fasilitas tadinya ada 15, sekarang jadi 10. Perluasan basis PPN ini mempertimbangkan asas keadilan bagi masyarakat dan juga bagi negara," katanya.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan masuk dalam Pasal 16B UU PPN. Dengan adanya perubahan UU PPN melalui UU HPP, perincian kriteria pemberian fasilitas PPN masuk dalam Pasal 16B ayat (1a). Sebelumnya, ada 15 kriteria yang dicantumkan dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1).

Selain mengenai fasilitas PPN yang tercantum dalam perubahan UU PPN melalui UU HPP, ada pula bahasan terkait dengan pemberian insentif pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Kriteria Pemberian Fasilitas PPN

Dalam Pasal 16B ayat (1a) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, terbatas untuk 10 tujuan.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Pertama, mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional. Kedua, menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain. Ketiga, mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional.

Keempat, meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat.

Kelima, mendorong pembangunan tempat ibadah. Keenam, menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri. Ketujuh, mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan bea masuk.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Kedelapan, membantu tersedianya barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional.

Kesembilan, menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu. Kesepuluh, mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional. (DDTCNews)

Pemanfaatan Insentif Pajak 101% dari Pagu

Pemerintah mencatat realisasi pemanfaatan insentif perpajakan untuk dunia usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 3 Desember 2021 telah mencapai Rp63,84 triliun atau di atas alokasi anggaran yang ditetapkan.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan realisasi itu setara dengan 101% dari pagu Rp62,83 triliun. Menurutnya, berbagai insentif perpajakan tersebut diberikan untuk mempercepat pemulihan dunia usaha dari tekanan pandemi Covid-19. (DDTCNews/Kontan)

Pengawasan Pemanfaatan Insentif Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pengawasan terhadap wajib pajak yang memperoleh insentif diserahkan kepada masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP). DJP akan mendistribusi data insentif pajak secara merata, langsung, dan periodik kepada KPP melalui aplikasi.

"Terkait pemanfaatan insentif perpajakan dalam rangka Covid, pengawasan akan tetap dilakukan oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Seleksi Calon Hakim Agung

Komisi Yudisial (KY) menyebut sudah ada puluhan calon hakim agung (CHA) yang melakukan registrasi secara daring.

Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengatakan sebanyak 98 orang telah memulai proses registrasi CHA melalui laman rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Namun, baru 5 peserta yang merampungkan seluruh proses registrasi.

Siti memerinci 5 peserta seleksi CHA yang sudah merampungkan registrasi online terdiri atas 1 orang kandidat untuk kamar perdata, 2 orang untuk kamar pidana, 1 orang kamar tata usaha negara khusus pajak, dan 1 orang kamar agama. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Digitalisasi Transaksi Pajak Daerah

Jumlah daerah yang melakukan digitalisasi atas transaksi pajak daerah terus bertambah seiring dengan makin banyaknya tim percepatan dan perluasan digitalisasi daerah (TP2DD) yang terbentuk.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan saat ini sudah ada 542 TP2DD di seluruh Indonesia. TP2DD diketuai langsung kepala daerah dan berkoordinasi dengan Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD).

"Penerapan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD) diharapkan akan memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah sehingga lebih efisien, transparan, serta akuntabel. Pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Meterai Elektronik

Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) menyampaikan masyarakat bisa memanfaatkan meterai elektronik langsung melalui distributor e-meterai dan agen pengecer.

Head of Corporate Secretary Peruri Adi Sunardi mengatakan 2 opsi pembelian meterai elektronik diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 133/2021. Masyarakat bisa membeli meterai elektronik melalui distributor di laman resmi e-meterai dan melalui pengecer meterai elektronik.

"Harga jual meterai elektronik dari distributor kepada pengecer dan masyarakat umum senilai nominal kopur meterai elektronik (Rp10.000), sedangkan pengecer dapat menjual meterai elektronik dengan harga jual yang berbeda dengan nilai nominal," katanya. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN