Ilustrasi.
PHNOM PENH, DDTCNews – Pemerintah Kamboja menyatakan masih membutuhkan waktu untuk menaikkan tarif cukai rokok dari yang berlaku saat ini lantaran khawatir kenaikan tarif cukai justru memberatkan masyarakat.
Juru bicara Kementerian Ekonomi dan Keuangan Meas Sok Sensan mengatakan pemerintah ingin kebijakan cukai dapat efektif menangani masalah kesehatan masyarakat. Pemerintah juga beberapa kali membahas usulan kenaikan cukai rokok bersama lembaga terkait.
Namun demikian, keputusan menaikkan tarif cukai rokok tersebut tak kunjung terealisasi. "Kami sudah beberapa kali rapat untuk melakukan kajian komprehensif, karena setiap kebijakan perpajakan memiliki pro dan kontra," katanya, dikutip Selasa (18/5/2021).
Beberapa organisasi masyarakat memang tengah mendesak pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok. Salah satunya adalah organisasi Gerakan Kamboja untuk Kesehatan (Cambodian Movement for Health/CMH).
Direktur eksekutif CMH Mom Kong menilai kenaikan tarif cukai rokok semakin mendesak di tengah pandemi Covid-19 karena perokok yang terinfeksi memiliki gejala lebih berat ketimbang yang bukan perokok.
Menurutnya, kenaikan tarif sejalan dengan tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2021 yang diusung WHO. Jika cukai rokok naik, lanjutnya, pemerintah akan membuat orang berhenti merokok dan turut menekan angka kematian akibat rokok.
Di sisi lain, kenaikan tarif cukai akan menambah penerimaan negara dan hasilnya dapat dipakai untuk menambah anggaran pencegahan penyakit, termasuk Covid-19. Kong kemudian mengutip hasil studi kasus PBB tentang investasi dalam pengendalian tembakau di Kamboja pada 2019.
Berdasarkan studi tersebut, Kamboja akan menerima tambahan pendapatan cukai senilai US$235 juta atau Rp3,35 triliun selama 5 tahun ke depan dan US$933 juta atau Rp13,3 triliun dalam 15 tahun ke depan jika ada kenaikan tarif cukai rokok.
"[Kenaikan tarif cukai] harus dilakukan hingga mencapai 75% dari harga jual eceran rokok," ujarnya seperti dilansir phnompenhpost.com.
Menurut Kong, rokok telah membunuh sekitar 8 juta orang di seluruh dunia, termasuk 15.000 orang Kamboja setiap tahunnya akibat penyakit berat seperti jantung dan paru-paru. Kerugian yang terjadi ditaksir mencapai US$1,4 triliun. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.