Menkeu Sri Mulyani (kiri), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar (kanan). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mewajibkan eksportir menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri mulai hari ini, Selasa (1/8/2023).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan DHE SDA yang ditempatkan di dalam negeri akan memperkuat cadangan devisa sekaligus perekonomian nasional. Dia meyakini kebijakan ini tak akan merugikan eksportir.
"Saya tekankan, pemerintah tidak akan ingin membuat kondisi dunia usaha jelek. Justru sebaliknya," katanya melalui Instagram @smindrawati.
Sri Mulyani menuturkan PP 36/2023 mengatur kewajiban eksportir untuk menempatkan DHE SDA dalam rekening khusus paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan sejak penempatan di rekening khusus. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Agustus 2023.
Kewajiban ini berlaku terhadap eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai ekspor pada pemberitahuan pabean ekspor (PPE) minimal US$250.000 atau nilai yang setara. DHE yang wajib dipulangkan di Indonesia mencakup 4 sektor SDA yakni pertambangan, perikanan, perhutanan, dan perkebunan.
Setelah PP 36/2023 diterbitkan, pemerintah merilis PMK 73/2023 yang mengatur perihal pengenaan sanksi penangguhan layanan ekspor oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, ada KMK 272/2023 yang memerinci pos tarif komoditas SDA yang wajib memasukkan DHE ke dalam negeri. Kini ada 1.545 pos tarif komoditas SDA yang wajib menempatkan DHE, lebih banyak dari sebelumnya 1.285 pos tarif.
Sri Mulyani menjelaskan kebijakan DHE SDA ini kepada pelaku usaha secara langsung dalam focus group discussion. Dalam forum itu, ia menegaskan implementasi PP 36/2023 akan berdampak positif terhadap likuiditas valas.
Dari total nilai ekspor SDA yang diperkirakan US$175 miliar pada 2023, 93% di antaranya berpotensi memiliki nilai pemberitahuan pabean ekspor (PPE) ekuivalen atau lebih dari US$250.000. Untuk itu, potensi nilai ekspor yang wajib retensi adalah sekitar US$40 miliar hingga US$49 miliar.
Dengan ketentuan retensi selama 3 bulan, kebijakan tersebut pun berpotensi menambah likuiditas valas mencapai US$10 miliar hingga US$12 miliar per tahun. Kondisi ini pun diyakini akan membuat cadangan devisa Indonesia lebih baik.
"Namun, perubahan memang tidak nyaman. Perubahan ini sangat kita perlukan untuk menguatkan perekonomian Indonesia, demi kini dan nanti!" ujar Sri Mulyani. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.