PROVINSI RIAU

Daerah Ini Tuntut Bagi Hasil Lebih Besar dari Produksi Migas

Redaksi DDTCNews | Jumat, 13 April 2018 | 10:28 WIB
Daerah Ini Tuntut Bagi Hasil Lebih Besar dari Produksi Migas

PEKANBARU, DDTCNews – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menginginkan porsi bagi hasil yang lebih banyak dari kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas (migas). Selain itu, pemerintah pusat diminta transparan dalam penghitungan bagi hasil migas kepada daerah.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau Ahmad Hijazi mengatakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak tahun 2014 tidak pernah melakukan rekonsiliasi penghitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) migas. Padahal, ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) PP 55/2005 tentang Dana Perimbangan Penghitungan Realisasi Produksi DBH SDA.

"Kami meminta supaya rincian komponen pajak (PPN, PBB dan PDRD) dan pungutan lainnya (fee penjualan), over/under Lifting, dan DMO (domestic market obligation) agar disampaikan secara resmi kepada pemerintah daerah penghasil supaya bisa dihitung DBH migas masing-masing daerah," katanya, Kamis (12/4).

Baca Juga:
Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Lebih lanjut, Ahmad Hijazi menjelaskan pada pasal tersebut disebutkan, bahwa penghitungan realisasi DBH sumber daya alam dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil kecuali untuk DBH sumber daya alam perikanan.

Menurutnya, Pemprov Riau sebagai daerah yang memiliki SDA migas idealnya mendapat konpensasi yang proporsional. Hal ini tidak lain sebagai akibat eksploitasi dari SDA yang tidak bisa diperbaharui oleh pemerintah pusat.

Tidak berhenti soal pembagia kue hasil migas yang harus lebih besar kepada daerah, dia juga menilai bahwa pemerintah daerah sangat memerlukan penguatan sumber keuangan daerah melalui pengalihan beberapa instrumen pajak.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

"PBB migas dan PPh migas idealnya menjadi pajak daerah, kemudian bagi hasil PPN kepada daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan dan bagi hasil pajak ekspor minyak kelapa sawit (CPO) juga dialihkan kepada daerah," paparnya dilansir dari Goriau.com

Pelimpahan kewenangan pengelolaan pajak ini agar daerah mandiri dalam pembiayaan anggaran. Pasalnya, selama ini transfer dana ke daerah kerap kali tersendat sehingga mengganggu pelaksanaan program di daerah.

"Permasalahan DBH SDA selama ini terkait penyalurannya yang tidak tepat waktu, penetapan daerah penghasil migas dan pembagian alokasi DBH Migas maupun pembebanan pajak dan pungutan lain juga tidak konsisten. Makanya perlu penguatan sumber keuangan," tutup Ahmad. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak