PEKANBARU, DDTCNews – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menginginkan porsi bagi hasil yang lebih banyak dari kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas (migas). Selain itu, pemerintah pusat diminta transparan dalam penghitungan bagi hasil migas kepada daerah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau Ahmad Hijazi mengatakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak tahun 2014 tidak pernah melakukan rekonsiliasi penghitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) migas. Padahal, ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) PP 55/2005 tentang Dana Perimbangan Penghitungan Realisasi Produksi DBH SDA.
"Kami meminta supaya rincian komponen pajak (PPN, PBB dan PDRD) dan pungutan lainnya (fee penjualan), over/under Lifting, dan DMO (domestic market obligation) agar disampaikan secara resmi kepada pemerintah daerah penghasil supaya bisa dihitung DBH migas masing-masing daerah," katanya, Kamis (12/4).
Lebih lanjut, Ahmad Hijazi menjelaskan pada pasal tersebut disebutkan, bahwa penghitungan realisasi DBH sumber daya alam dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil kecuali untuk DBH sumber daya alam perikanan.
Menurutnya, Pemprov Riau sebagai daerah yang memiliki SDA migas idealnya mendapat konpensasi yang proporsional. Hal ini tidak lain sebagai akibat eksploitasi dari SDA yang tidak bisa diperbaharui oleh pemerintah pusat.
Tidak berhenti soal pembagia kue hasil migas yang harus lebih besar kepada daerah, dia juga menilai bahwa pemerintah daerah sangat memerlukan penguatan sumber keuangan daerah melalui pengalihan beberapa instrumen pajak.
"PBB migas dan PPh migas idealnya menjadi pajak daerah, kemudian bagi hasil PPN kepada daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan dan bagi hasil pajak ekspor minyak kelapa sawit (CPO) juga dialihkan kepada daerah," paparnya dilansir dari Goriau.com
Pelimpahan kewenangan pengelolaan pajak ini agar daerah mandiri dalam pembiayaan anggaran. Pasalnya, selama ini transfer dana ke daerah kerap kali tersendat sehingga mengganggu pelaksanaan program di daerah.
"Permasalahan DBH SDA selama ini terkait penyalurannya yang tidak tepat waktu, penetapan daerah penghasil migas dan pembagian alokasi DBH Migas maupun pembebanan pajak dan pungutan lain juga tidak konsisten. Makanya perlu penguatan sumber keuangan," tutup Ahmad. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.