BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan, DJP Bakal Perbarui Cara Pembuatan Kode Billing

Redaksi DDTCNews | Jumat, 19 Juli 2024 | 08:43 WIB
Coretax Diterapkan, DJP Bakal Perbarui Cara Pembuatan Kode Billing

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan memperbarui cara pembuatan kode billing saat coretax administration system diimplementasikan nantinya. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (19/7/2024).

DJP menjelaskan terdapat 3 metode pembuatan kode billing yang berlaku saat coretax diterapkan. Adapun pembaruan tata cara pembuatan kode billing ini merupakan bagian dari upaya otoritas pajak untuk menyederhanakan proses pembayaran pajak.

“Setiap metode pembuatan kode billing menggunakan mekanisme semi-otomatis hingga full-otomatis yang memastikan prosesnya cepat, mudah, dan minim kesalahan,” jelas DJP.

Baca Juga:
Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Pertama, pembuatan kode billing dari draf SPT melalui kanal portal wajib pajak, penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP), atau SPT kertas. Untuk metode ini, pembayaran untuk SPT elektronik via PJAP dan SPT kertas hanya dapat menggunakan pemindahbukuan deposit pajak.

Untuk pembuatan kode billing pada metode pertama ini, wajib pajak mula-mula melakukan pengisian SPT dan perhitungan sehingga menghasilkan SPT Kurang Bayar. Kemudian, saat klik Bayar & Lapor, sistem akan memberikan informasi dan pilihan.

Jika saldo deposit mencukupi maka wajib pajak bisa memilih pemindahbukuan deposit atau membuat kode billing. Namun, apabila saldo deposit ternyata tidak mencukupi maka wajib pajak membuat kode billing. Setelah pembayaran diterima, SPT otomatis akan terlaporkan tanpa input Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Kedua, pembuatan kode billing dari daftar tagihan melalui kanal portal wajib pajak atau asistensi (kantor pelayanan pajak/KPP atau Kring Pajak). Untuk pembuatan kode billing-nya, wajib pajak mula-mula memilih Utang Pajak yang akan dibayar dan mengisi nominal pembayaran.

Setelah itu, wajib pajak memilih apakah menggunakan saldo deposit pajak (perlu dipastikan dahulu saldo deposit cukup) atau melakukan pembuatan kode billing.

Ketiga, pembuatan kode billing selain dari draf SPT dan daftar tagihan melalui kantor pajak (portal wajib pajak atau asistensi (KPP atau Kring Pajak). Pembuatan juga bisa melalui pihak lain, yakni aplikasi PJAP, collecting agent, atau asistensi teller (bank/pos persepsi).

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Cara pembuatan kode billing pada kategori ini adalah wajib pajak mengisi seluruh data pembayaran pajak sesuai dengan panduan yang disediakan.

Selain kode billing, ada pula ulasan perpajakan lainnya di antaranya terkait dengan e-faktur dekstop 4.0. Ada juga ulasan mengenai pelantikan Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, yang juga merupakan keponakan dari presiden terpilih Prabowo Subianto.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Dampak Coretax terhadap Proses Restitusi Pajak

Selain proses pembuatan kode billing, penerapan coretax system nantinya akan turut memengaruhi proses terkait dengan restitusi pajak.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

DJP menyatakan permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diajukan secara mandiri melalui portal wajib pajak tanpa menghubungi petugas atau datang ke kantor pajak dengan asistensi petugas.

“Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian secara online melalui portal wajib pajak atau dapat diajukan menggunakan formulir di KPP mana saja,” tulis DJP. (DDTCNews)

Fitur Baru dalam e-Faktur Desktop 4.0

Terdapat 4 fitur baru pada e-faktur versi 4.0. Pertama, aplikasi telah mengakomodasi pencantuman informasi NPWP 16 digit dan NITKU pada dashboard e-faktur dan profil pengusaha kena pajak (PKP).

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Kedua, e-faktur versi 4.0 telah mengakomodasi pengisian dokumen faktur menggunakan NPWP 15 digit, NPWP 16 digit, dan NIK. Nanti, NIK bakal divalidasi menggunakan service API dari Ditjen Dukcapil, sedangkan NPWP 15 digit dan 16 digit divalidasi menggunakan data NPWP pemadanan.

Ketiga, e-faktur versi 4.0 memungkinkan penambahan informasi NITKU pada output dokumen yang terekam. Keempat, SPT induk dan lampiran yang dicetak menggunakan e-faktur 4.0 akan dilengkapi dengan watermark. (DDTCNews)

Unggah Faktur Pajak Jelang Update e-Faktur 4.0

Pengusaha kena pajak (PKP) masih bisa mengunggah (meng-upload) faktur pajak melalui aplikasi e-faktur versi 3.2 hingga waktu henti (downtime) aplikasi pada 20 Juli 2024 mendatang.

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Alhasil, faktur pajak yang telah dibuat dan di-approve dengan identitas NPWP 15 digit (NPWP versi lama) tetap berlaku ketika e-faktur 4.0 telah di-update nanti. Faktur pajak yang telah dibuat pada e-faktur versi 3.2 juga masih bisa diunggah pada e-faktur versi 4.0.

"Sehingga tidak perlu dibuatkan faktur pajak pengganti [jadi NPWP 16 digit di e-faktur 4.0]," cuit Kring Pajak. (DDTCNews)

Pelantikan 3 Wakil Menteri oleh Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik 3 wakil menteri di Istana Negara.

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Anggota Bidang Ekonomi dan Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Thomas Djiwandono dilantik menjadi wakil menteri keuangan. Selanjutnya, Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah Sudaryono dilantik menjadi wakil menteri pertanian.

Sementara itu, Yuliot yang sebelumnya sempat menjabat sebagai deputi bidang pengendalian pelaksanaan penanaman modal kementerian investasi/BKPM dilantik menjadi wakil menteri investasi/wakil kepala BKPM. (DDTCNews)

Evaluasi DJP soal Kepatuhan LJK dalam Laporkan Informasi Keuangan

DJP mengungkapkan terdapat 4 isu mengenai kepatuhan lembaga keuangan dalam melaporkan informasi keuangan kepada pihak otoritas pajak.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Keempat isu utama dimaksud antara lain soal pelaporan undocumented account (UA) ke yurisdiksi mitra, ketidaklengkapan atau ketidakbenaran informasi yang dilaporkan, kesalahan mata uang, dan indikasi adanya informasi keuangan yang tidak atau kurang dilaporkan.

"Informasi yang dikategorikan sebagai UA [adalah] rekening keuangan lama orang pribadi yang belum dapat diidentifikasi negara domisili perpajakannya," kata Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya Dendi Amrin. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP