PEREKONOMIAN INDONESIA

Bukan Manufaktur, BKPM Minta Fokus Stimulus di Sektor Ini

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 Februari 2019 | 11:48 WIB
Bukan Manufaktur, BKPM Minta Fokus Stimulus di Sektor Ini

Kepala BKPM Thomas Lembong. (foto: BKPM)

JAKARTA, DDTCNews – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berpandangan seharusnya seluruh pemangku kepentingan mulai memberi perhatian pada sektor jasa. Sektor ini dinilai mampu memberikan efek positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan fokus kebijakan yang ada selama ini lebih banyak berkutat pada industri pengolahan dan perdagangan. Akhirnya, aspek jasa yang mempunyai potensi cukup besar dalam mengkatrol laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), menurutnya, kurang disentuh.

“Kita sangat terobsesi dengan manufaktur dan perdagangan, tapi kurang mendiskusikan sektor jasa. Padahal, semua jasa pertumbuhannya double digit pada tahun lalu,” katanya dalam seminar ‘Outlook Market 2019’, Rabu (13/2/2019).

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Thomas kemudian menjabarkan sektor yang mencatat pertumbuhan di atas PDB nasional antara lain jasa telekomunikasi, pariwisata, jasa konstruksi dan jasa akuntansi. Sektor-sektor tersebut, disebutnya, dapat menjadi penopang ekonomi nasional dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, dia menjelaskan sektor jasa dapat tumbuh lebih tinggi lagi di masa depan. Pasalnya, dengan banyak restriksi kebijakan saja sektor ini masih mencatatkan hasil yang positif. Oleh karen itu, relaksasi kebijakan di sektor jasa perlu dilakukan agar sektor ini lebih berkembang.

“Sektor jasa ini padat karya contoh pariwisata dan penerbangan yang butuh banyak tenaga kerja. Ini berbeda dengan manufaktur yang kini banyak mengandalkan robot untuk kegiatan produksi,” tandasnya.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Selain menyerap banyak tenga kerja, relaksasi sektor jasa bisa menghemat devisa agar tidak terbang ke luar negeri. Jasa pendidikan tinggi dan kesehatan menjadi dua sektor yang masih ketat pengaturan investasi asing untuk masuk ke pasar domestik.

Hal ini, menurut Thomas, yang kemudian membuat banyak orang Indonesia ke luar negeri. Pilihan untuk melanjutkan pendidikan dan mendapatkan pelayanan kesehatan justru menjadi lebih baik di luar Indonesia.

“Sektor pendidikan tinggi misalnya investasi asing baru bisa 67% dan baru 100% kalau di KEK [Kawasan Ekonomi Khusus]. Hal ini membuat puluhan ribu mahasiswa kita belajar di luar negeri dan menguras devisa,” imbuhnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Sabtu, 21 Desember 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tunggu Aturan, PPN Makanan-Jasa Premium Tak Langsung Berlaku 1 Januari

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra