Kepala BKPM Thomas Lembong. (foto: BKPM)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berpandangan seharusnya seluruh pemangku kepentingan mulai memberi perhatian pada sektor jasa. Sektor ini dinilai mampu memberikan efek positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan fokus kebijakan yang ada selama ini lebih banyak berkutat pada industri pengolahan dan perdagangan. Akhirnya, aspek jasa yang mempunyai potensi cukup besar dalam mengkatrol laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), menurutnya, kurang disentuh.
“Kita sangat terobsesi dengan manufaktur dan perdagangan, tapi kurang mendiskusikan sektor jasa. Padahal, semua jasa pertumbuhannya double digit pada tahun lalu,” katanya dalam seminar ‘Outlook Market 2019’, Rabu (13/2/2019).
Thomas kemudian menjabarkan sektor yang mencatat pertumbuhan di atas PDB nasional antara lain jasa telekomunikasi, pariwisata, jasa konstruksi dan jasa akuntansi. Sektor-sektor tersebut, disebutnya, dapat menjadi penopang ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Lebih lanjut, dia menjelaskan sektor jasa dapat tumbuh lebih tinggi lagi di masa depan. Pasalnya, dengan banyak restriksi kebijakan saja sektor ini masih mencatatkan hasil yang positif. Oleh karen itu, relaksasi kebijakan di sektor jasa perlu dilakukan agar sektor ini lebih berkembang.
“Sektor jasa ini padat karya contoh pariwisata dan penerbangan yang butuh banyak tenaga kerja. Ini berbeda dengan manufaktur yang kini banyak mengandalkan robot untuk kegiatan produksi,” tandasnya.
Selain menyerap banyak tenga kerja, relaksasi sektor jasa bisa menghemat devisa agar tidak terbang ke luar negeri. Jasa pendidikan tinggi dan kesehatan menjadi dua sektor yang masih ketat pengaturan investasi asing untuk masuk ke pasar domestik.
Hal ini, menurut Thomas, yang kemudian membuat banyak orang Indonesia ke luar negeri. Pilihan untuk melanjutkan pendidikan dan mendapatkan pelayanan kesehatan justru menjadi lebih baik di luar Indonesia.
“Sektor pendidikan tinggi misalnya investasi asing baru bisa 67% dan baru 100% kalau di KEK [Kawasan Ekonomi Khusus]. Hal ini membuat puluhan ribu mahasiswa kita belajar di luar negeri dan menguras devisa,” imbuhnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.