Warga memindai kode QRIS saat belanja di salah satu warung di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/7/2023). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Dewasa ini, ide untuk menjalankan usaha/bisnis makin bervariasi. Tidak sedikit para pekerja formal yang memulai usaha sampingan untuk menambah pemasukan. Karenanya, sektor UMKM makin populer.
Jika Anda berniat menjalankan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), jangan lupa perhatikan kewajiban perpajakannya. Misalnya, Anda berniat membuka toko kelontong atau menjalankan usaha pecel lele. Berapa pajak yang dibayarkan?
"Pemerintah memberikan fasilitas tidak kena pajak bagi UMKM orang pribadi, dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun. Jadi kalau ada usaha dengan omzetnya tak lebih Rp500 juta setahun, tak perlu bayar pajak," sebut Ditjen Pajak (DJP) dalam informasi layanan masyarakat yang disampaikan Kanwil DJP Jakarta Timur, Senin (28/8/2023).
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022. Pasal 60 PP 55/2022 menyatakan UMKM orang pribadi dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam setahun tidak akan terkena pajak. Melalui fasilitas itu, UMKM orang pribadi yang omzetnya tidak melebihi angka tersebut tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%.
"Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu ... atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak tidak dikenai pajak penghasilan," bunyi Pasal 60 ayat (2) PP 55/2022.
Pasal 60 ayat (3) PP 55/2022 menyatakan bagian omzet dari usaha tidak dikenai PPh merupakan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Kemudian, peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak dan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
PPh terutang ini dihitung berdasarkan tarif 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha.
Selain itu, pajak terutang juga dapat dihitung berdasarkan tarif 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha, setelah memperhitungkan bagian peredaran bruto dari usaha senilai Rp500 juta untuk wajib pajak orang pribadi.
Dengan ketentuan ini, UMKM orang pribadi yang omzetnya hingga Rp500 juta dalam setahun tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%. Adapun jika UMKM tersebut memiliki omzet melebihi Rp500 juta, penghitungan pajaknya hanya dilakukan pada omzet yang di atas Rp500 juta.
Bagaimana cara menghitung pajak terutang bagi wajib pajak UMKM? DJP sempat memberikan contoh kasus. Contoh, omzet usaha toko kelontong pada Januari-Mei 2023 sudah mencapai Rp560 juta. Jadi pembayaran pajaknya bukan 0,5% x Rp560 juta, melainkan 0,5% x Rp60 juta [didapat dari Rp560 juta - Rp500 juta], yakni senilai Rp300 ribu.
Baca 'PP 23/2018 Dicabut, Begini Cara Hitung Pajak Final UMKM yang Terutang'. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.