TAX ALLOWANCE

Bisa Diskriminatif, OECD Minta Indonesia Perjelas Tax Allowance

Muhamad Wildan | Sabtu, 19 Desember 2020 | 13:01 WIB
Bisa Diskriminatif, OECD Minta Indonesia Perjelas Tax Allowance

Pekerja beraktivitas di atas crane proyek pembangunan rumah deret, Tamansari, Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/12/2020). Organization for Economic Cooperation and Development meminta Indonesia memperjelas tujuan insentif pengurangan penghasilan neto 30% selama 6 tahun kepada bidang usaha tertentu pada Peraturan Pemerintah No. 78/2019 mengenai tax allowance. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa)
 

PARIS, DDTCNews - Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) meminta Indonesia memperjelas tujuan insentif pengurangan penghasilan neto sebesar 30% selama 6 tahun kepada bidang usaha tertentu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2019 mengenai tax allowance.

Pada OECD Investment Policy Reviews: Indonesia 2020, OECD menulis Indonesia perlu memperjelas tujuan yang hendak dicapai dari insentif pada PP No. 78/2020. Bila memungkinkan, OECD juga mendorong pemerintah merancang kebijakan insentif pajak yang lebih konsisten.

"Ketentuan tax allowance yang berlaku menciptakan ketidakadilan (unequal playing field) antarinvestor. Hal ini mengurangi efektivitas dan efisiensi dari insentif pajak tersebut," tulis OECD pada laporannya, seperti dikutip Jumat (18/12/2020).

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Untuk meminimalisasi sentimen ketidakadilan akibat batasan bidang usaha pada PP No. 78/2019, OECD mendorong Indonesia mengomunikasikan tujuan pemberian tax allowance dengan lebih baik kepada investor.

Mengingat wajib pajak yang menerima fasilitas tax allowance tidak diperbolehkan untuk menerima fasilitas pajak, OECD juga mendorong Indonesia untuk membangun komunikasi yang lebih efektif dalam menjelaskan perbedaan fasilitas yang diberikan.

Fasilitas ini terutama perbedaan antara tax allowance dan investment allowance yang diberikan melalui PP No. 45/2019 dan diperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 16/2020.

Baca Juga:
Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Untuk diketahui, insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah melalui tax allowance dan investment allowance cenderung mirip, yakni pengurangan penghasilan neto dari jumlah nilai penanaman modal selama 6 tahun.

Hanya, pengurangan penghasilan neto yang diberikan pada fasilitas tax allowance mencapai 30% dari nilai investasi, sedangkan pengurangan penghasilan neto yang diberikan pada investment allowance mencapai 60% dari nilai investasi.

Perbedaannya, investment allowance tidak memberikan fasilitas tambahan seperti penyusutan dan amortisasi dipercepat, pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas dividen 10%, dan kompensasi kerugian selama lebih dari 5 tahun sebagaimana yang berlaku pada tax allowance.

Baca Juga:
Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Lebih lanjut, investment allowance juga hanya diberikan kepada industri padat karya yang mempekerjakan paling sedikit 300 tenaga kerja Indonesia. Syarat jumlah tenaga kerja ini tidak tertuang pada ketentuan tax allowance.

Merujuk pada bagian penjelas pada PP No. 78/2019, pemerintah menuliskan tax allowance perlu diberikan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, hingga pendalaman struktur industri.

"Penentuan bidang usaha tertentu dan daerah tertentu tujuan investasi yang memperoleh fasilitas PPh dilakukan dengan mempertimbangkan prioritas pengembangan sektor guna menciptakan suatu ekosistem perekonomian yang menyeluruh," tulis pemerintah pada bagian penjelas PP No. 78/2019.

Adapun pada bagian penjelas PP No. 45/2019 pemerintah berpandangan insentif pajak investment allowance perlu diberikan kepada industri yang mampu menyerap tenaga kerja guna mengurangi tingkat pengangguran. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 13 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Minggu, 08 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Rabu, 04 Desember 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

OECD Perkirakan Ekonomi Indonesia hingga 2026 Hanya Tumbuh 5 Persen

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?