PP 27/2017

Biaya Operasi Migas yang Tak Bisa Dikembalikan dalam Bagi Hasil & PPh

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 23 November 2024 | 10:30 WIB
Biaya Operasi Migas yang Tak Bisa Dikembalikan dalam Bagi Hasil & PPh

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Dalam pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) 27/2017 yang mengatur tentang cost recovery dan perlakuan PPh hulu migas, pembebanan biaya menganut uniformity principle.

Melalui skema itu, biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah sama dengan biaya yang akan dikembalikan oleh pemerintah kepada kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama (KKS), demikian pula sebaliknya. Kemudian, Pasal 13 PP 27/2017 juga mengatur negative list sejumlah 22 jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam hitungan bagi hasil dan PPh.

"Meliputi negative list sejumlah 22 jenis biaya," tulis Ditjen Pajak (DJP) di laman resminya, Sabtu (23/11/2024).

Baca Juga:
Usaha Sektor Panas Bumi, Apa Saja Fasilitas PPh yang Bisa Digunakan?

Namun, di luar 22 negative list yang tertuang dalam PP 27/2017 ada tambahan 2 negative list yang lebih dulu diatur pada PP 79/2010. Seluruh 24 jenis biaya yang tidak dapat dikembalikan dalam perhitungan bagi hasil dan PPh sebagai berikut:

  1. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang, Participating Interest, dan pemegang saham;
  2. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama SKK Migas dan kontraktor dalam rekening bank umum pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia;
  3. harta yang dihibahkan;
  4. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan;
  5. biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara;
  6. insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang saham;
  7. biaya tenaga kerja asing yang tidak memenuhi prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja tenaga asing (IKTA);
  8. biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam rangka kontrak kerja sama;
  9. biaya konsultan pajak;
  10. biaya pemasaran minyak dan/ atau gas bumi bagian kontraktor, kecuali biaya pemasaran gas bumi yang telah disetujui Kepala SKK Migas;
  11. biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominatif penerima manfaat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat;
  12. biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing;
  13. biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan Participating Interest;
  14. biaya bunga atas pinjaman;
  15. PPh karyawan yang ditanggung kontraktor, kecuali yang dibayarkan sebagai tunjangan pajak; serta PPh yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga di dalam negeri yang ditng Kontraktor atau digross up;
  16. pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah keteknikan yang baik; serta biaya pengeluaran yang melampaui 10% (sepuluh persen) dari nilai otorisasi pembelanjaan Finansial, kecuali untuk biaya-biaya tertentu sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh menteri;
  17. surplus material yang tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disetujui;
  18. nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor;
  19. transaksi yang tidak melalui proses tender sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali dalam hal tertentu; atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  20. bonus yang dibayarkan kepada pemerintah;
  21. biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak;
  22. biaya audit komersial;
  23. biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada masa eksploitasi (PP 79/2010).
  24. insentif interest recovery (PP 79 Tahun 2010), Interest Cost Recovery merupakan sejenis insentif yang membolehkan kontraktor untuk memulihkan biaya-biaya bunga yang terkait dengan investasi modal untuk proyek yang telah mendapat persetujuan dari SKK Migas. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 23 Januari 2025 | 15:19 WIB KONSULTASI PAJAK

Usaha Sektor Panas Bumi, Apa Saja Fasilitas PPh yang Bisa Digunakan?

Rabu, 22 Januari 2025 | 18:31 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Banyak Jargon, Ketentuan Pajak Minimum Global Tidak Mudah Diadopsi RI

Rabu, 22 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

BI Sebut Penerapan PP 36/2023 Ikut Tingkatkan Cadangan Devisa 2024

BERITA PILIHAN
Kamis, 23 Januari 2025 | 19:30 WIB DDTC TOWN HALL 2025

DDTC Town Hall: From Vision to Action, Empowering Tomorrow

Kamis, 23 Januari 2025 | 19:25 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemeriksaan Kesehatan Gratis Dilaksanakan Mulai Bulan Depan

Kamis, 23 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Surat Keterangan PP 55/2022 di Coretax DJP

Kamis, 23 Januari 2025 | 17:45 WIB DDTC TOWN HALL

Town Hall 2025, DDTC Apresiasi dan Dukung Pengembangan Karier Pegawai

Kamis, 23 Januari 2025 | 17:00 WIB KABUPATEN SUKOHARJO

Tarif PBB-P2 Lahan Produksi Lebih Rendah, Bisa Dukung Ketahanan Pangan

Kamis, 23 Januari 2025 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sederet Kondisi yang Bikin WP Tidak Kena Denda Telat Lapor SPT Masa

Kamis, 23 Januari 2025 | 15:40 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Seminar DDTC Academy soal P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper di Era Coretax