Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Youtube Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut upaya penanganan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di bidang pajak telah berjalan sejak 2016.
Sri Mulyani mengatakan pengungkapan kasus TPPU di bidang pajak menjadi salah satu upaya pemerintah menyelamatkan potensi kerugian negara. Sepanjang 2016-2020, tercatat ada 16 kasus TPPU bidang pajak, termasuk 8 kasus yang proses penyidikannya telah lengkap atau P21.
"Lima di antaranya telah diputus bersalah oleh majelis hakim," katanya dalam pertemuan tahunan PPATK, Kamis (14/12/2021).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga menyita aset pada kasus TPPU di bidang pajak. Penyitaan aset pada 2016 mencapai Rp38,1 miliar dari 6 kasus, sedangkan pada 2019 senilai Rp5,3 miliar dari 2 kasus, dan pada 2020 senilai Rp8,9 miliar dari 4 kasus.
Menurutnya, Kementerian Keuangan terus berupaya memperkuat sinergi melalui satgas dengan aparat penegak hukum demi menindak semua TPPU bidang pajak. Sinergi itu terdiri atas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung, Bareskrim polri, serta tentu saja Ditjen Pajak (DJP).
Dari sisi internal, Sri Mulyani menyebut Kemenkeu berupaya meningkat kompetensi penyidik. Kasus dugaan TPPU bidang pajak yang diselidiki juga terus meningkat, sekitar 4 atau 5 kali lebih banyak pada 2019 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Proses penyidikan TPPU bidang pajak itu sebelumnya hanya dikerjakan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di wilayah Jakarta. Namun kini, PPNS di Kanwil DJP Jawa Barat dan Jawa Tengah turut menjalankan prosedur serupa.
"Hasil Satgas-nya adalah 2 sprindik [surat perintah penyidikan] tahun 2019 dengan nominal sitaan Rp21,8 miliar dan 1 sprindik tahun 2020," ujarnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan pemerintah akan terus berupaya menindak semua TPPU di bidang pajak. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF), tetapi akan segera menjalani evaluasi agar bisa naik tingkat dari observer menjadi anggota.
Jika diterima sebagai anggota FATF, Indonesia akan bisa menerapkan upaya pencegahan cuci uang dan pendanaan terorisme secara internasional. Namun jika gagal, Indonesia bisa dianggap sebagai negara dengan risiko tinggi terkait dengan pencucian uang dan pendanaan terorisme. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.