JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan 165/PMK.03/2017 tentang perubahan kedua ketentuan pelaksanaan UU Pengampunan Pajak (selanjutnya disebut PMK-165).
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah mengatakan beleid yang diundangkan 20 November 2017 lalu tersebut mengubah Pasal 24 ayat 4 dan ayat 6, Pasal 40 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5, Pasal 43 ayat 5, Pasal 44 ayat 4, dan menyisipkan pasal baru yakni Pasal 44 huruf A, serta menambah 1 ayat yaitu ayat 3 pada Pasal 46.
“PMK-165 membebaskan PPh untuk wajib pajak yang belum mengalihkan nama kepemilikan atas harta berupa tanah maupun bangunan. Harta yang dibebaskan dari PPh yaitu harta tambahan yang diperoleh atau dimiliki wajib pajak sebelum akhir tahun pajak terakhir,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Senin (27/11).
Adapun dalam perubahan Pasal 24 ayat 4 dan 6 wajib pajak bisa menyampaikan bukti pembebasan PPh kepada notaris maupun PPAT berupa surat keterangan bebas PPh atau Surat Keterangan. Kedua surat tersebut berlaku sepanjang digunakan dalam batas waktu 31 Desember 2017.
Kemudian perubahan Pasal 40 ayat 3, yaitu harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada tahun 2016 dan atas penghasilan itu dikenai PPh dengan tarif sesuai dengan UU KUP serta uang tebusan program pengampunan pajak yang sudah dibayarkan akan diperhitungkan sebagai pengurang pajak.
Perubahan Pasal 40 ayat 4 yaitu Dirjen Pajak menetapkan PPh ditambah sanksi administratif berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak tanggal 1 Januari 2017 hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak kurang bayar (SKPKB). Perubahan Pasal 40 ayat 5 terkait dengan pembayaran pajak penghasilan dan sanksi administratif dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 514.
Perubahan Pasal 43 ayat 5 dan Pasal 44 ayat 4 berkenaan dengan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran itu pun berlaku jika wajib pajak telah memperoleh Surat Keterangan tapi kemudian ditemukan adanya data mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, maka dianggap sebagai tambahan penghasilan pada saat Ditjen Pajak menemukan informasi tersebut.
“PMK-165 juga menyisipkan Pasal 44A di antara Pasal 44 dengan Pasal 45, Pasal 44A itu sebagai penegasan atas pengungkapan atau pelaporan harta dalam SPT, keputusan Ditjen Pajak menganggap harta wajib pajak sebagai harta tambahan, dasar pengenaan PPh, penghitungan PPh, serta penghitungan NJOP,” paparnya.
Yunirwansyah menjelaskan Pasal 44A juga mempertegas institusi penilai NJOP, penyampaian SPT PPh Final, Pembayaran PPh, peraturan acuan seperti Peraturan Dirjen Pajak, serta tahapan penerbitan SKPKB sesuai dengan UU KUP.
Selain itu, pemerintah menambahkan 1 ayat yaitu ayat 3 pada Pasal 46 untuk mempertegas sanksi yang termaktub dalam UU KUP. Pasal 46 ayat 3 mengenai dengan upaya hukum akan dilakukan sesuai dengan ketentuan KUP terhadap sengketa yang berkaitan dengan penerbitan SKP kurang bayar.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.