JAKARTA, DDTCNews - Batasan dan syarat pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) menjadi lebih longgar melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (30/12/2022).
Syarat dan batasan pembetulan SPT yang diatur dalam PP 50/2022 lebih sedikit ketimbang yang lebih dulu diatur dalam PP 74/2011. Merujuk pada PP 50/2022, wajib pajak bisa membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat dirjen pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan (bukper).
"Pemeriksaan dimulai sejak saat surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak," bunyi Pasal 5 ayat (3) PP 50/2022.
Sementara pada aturan yang lama, PP 74/2011, masih ada batasan terkait dengan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) oleh dirjen pajak. Dalam beleid yang lama itu, wajib pajak tidak bisa membetulkan SPT jika dirjen pajak sudah melakukan verifikasi dalam rangka menerbitkan SKP.
Selain topik di atas, pemberitaan media nasional hari ini juga diwarnai dengan isu tentang pajak atas natura, dampak kenaikan tarif PPN terhadap penerimaan, hingga update kebijakan integrasi NIK dan NPWP. Berikut ini ulasan lengkapnya.
Menanti Desain Teknis Pemajakan Natura
Tantangan utama implementasi pemajakan atas natura atau kenikmatan yang dimulai pada 2023 adalah desain teknisnya. Hal ini lantaran pengaturannya dalam UU HPP dan PP 55/2022 berupa negative list, alias hanya menjabarkan pengecualian objek pajak natura. Sementara di luar daftar itu, seolah semuanya dipajaki.
Partner of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pengenaan pajak natura dalam ketentuan teknis lanjutan, berupa PMK, menjadi sebuah positive list.
Dengan demikian, pengenaan pajak atas natura menjadi lebih jelas dengan adanya bentuk-bentuk natura/fasilitas apa saja yang dijadikan sebagai objek pajak. Bawono meyakini pengaturan pajak natura dalam positive list bisa memberikan kepastian bagi wajib pajak. (CNBC Indonesia)
Dampak Tarif PPN 11% Sesuai Perhitungan
Pemerintah melihat dampak kenaikan tarif PPN menjadi 11% per April 2022 lalu sudah sesuai dengan perkiraan. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan efek kenaikan tarif PPN, salah satunya, bisa dilihat pada kinerja penerimaan negara.
Kementerian Keuangan mencatat, sejak kenaikan PPN berlaku pada April 2022 hingga pekan kedua Desember 2022, terdapat tambahan penerimaan pajak senilai Rp53,37 triliun. Angka ini sejalan dengan proyeksi pemerintah, yakni kenaikan tarif PPN sebesar 1 poin persen akan menyumbang tambahan penerimaan senilai Rp6 triliun hingga Rp7 triliun per bulan, atau setidaknya Rp60 triliun setahun. (DDTCNews)
Target Pajak Tercapai Meski Tanpa PPS
Pemerintah mengeklaim penerimaan pajak tahun ini tetap bisa tercapai meski tanpa adanya program pengungkapan sukarela (PPS) dan kenaikan tarif PPN. Realisasi penerimaan pajak per 14 Desember 2022 tercatat Rp1.634,36 triliun, melampaui targetnya, Rp1.485 triliun.
Jika dibedah, PPS sendiri menyumbang tambahan penerimaan senilai Rp61,01 triliun. Sementara itu, kenaikan tarif PPN menjadi 11% telah penerimaan pajak di atas Rp50 triliun. (Bisnis Indonesia)
Hubungan Kolaboratif Wajib Pajak dan Otoritas
Pendekatan komunikasi yang dijalankan Ditjen Pajak (DJP) saat ini dinilai sudah sangat berbeda jika dibandingkan dengan masa lalu. Kini, hubungan yang terjalin adalah kolaboratif, sementara dahulu cenderung konfrontatif.
Founder DDTC Darussalam menilai perubahan pola komunikasi ini menjadi hal yang positif bagi kedua pihak. Dia pun mendorong agar otoritas pajak tetap membangun transparansi, kerja sama, dan kolaborasi dengan wajib pajak. Jika kondisi ini terbangun dengan baik, kepatuhan diyakini ikut terdongkrak. (DDTCNews)
Integrasi NIK-NPWP Bikin Administrasi Pajak Efisien
Kemenkeu meyakini integrasi antara NIK dan NPWP bisa membuat administrasi pajak lebih efisien. Tak cuma di Indonesia, kebijakan integrasi data kependudukan dan data perpajakan sudah dilakukan di banyak negara.
Yon Arsal menilai Indonesia sebenarnya cukup tertinggal dalam pengimplementasian kebijakan ini. Bagi pemerintah, integrasi ini memudahkan profiling kepatuhan wajib pajak. Sementara bagi wajib pajak, integrasi NIK-NPWP bisa memudahkan mereka dalam menjalankan kewajibannya. (DDTCNews) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.