KEBIJAKAN CUKAI

Aturan Ultimum Remedium Pelanggaran Cukai Disusun, Begini Progresnya

Dian Kurniati | Minggu, 28 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Aturan Ultimum Remedium Pelanggaran Cukai Disusun, Begini Progresnya

Dirjen Bea dan Cukai Askolani.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih memproses penyelesaian aturan pelaksana prinsip ultimum remedium atau sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam menangani pelanggaran di bidang cukai.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan Kementerian Sekretariat Negara telah memberikan restu kepada Kementerian Keuangan untuk menyusun aturan teknis soal ultimum remedium pelanggaran cukai.

Ketentuan tersebut juga telah termuat dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan memerlukan aturan pelaksana berupa 1 peraturan pemerintah (PP) dan 2 peraturan menteri keuangan (PMK).

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

"On process. Bulan lalu sudah dapat izin dari Presiden, dari Setneg. Itu kemudian menjadi basis kita untuk menyiapkan [aturan turunan UU HPP]," katanya, dikutip pada Minggu (28/8/2022).

Askolani menuturkan penyusunan aturan turunan UU HPP tidak mudah karena salah satunya berupa PP. Namun, ia menegaskan akan berupaya menyelesaikan semua ketentuan mengenai ultimum remedium pelanggaran di bidang cukai pada tahun ini.

UU HPP mengubah UU 39/2007 tentang Cukai dengan memperkenalkan prinsip ultimum remedium dalam menangani pelanggaran cukai. UU HPP juga mengatur penyesuaian sanksi administrasi dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.

Baca Juga:
Seluruh K/L Diminta Usulkan Revisi Belanja Paling Lambat 14 Februari

Melalui ketentuan dalam UU HPP, pejabat DJBC berwenang melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran cukai. Dalam hal hasil penelitian merupakan pelanggaran administratif di bidang cukai maka dapat diselesaikan dengan membayar sanksi administratif.

Penelitian atas dugaan pelanggaran di bidang cukai hanya dibatasi pada 5 pasal yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai. Kelima pasal tersebut terkait dengan pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai, barang kena cukai tidak dikemas, barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.

Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku utnuk membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.

Baca Juga:
Apa Itu Auditee dalam Audit Kepabeanan dan Cukai?

Perubahan juga berlaku pada Pasal 64 UU Cukai mengenai pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Pada UU Cukai yang berlaku, penghentian penyidikan wajib membayar pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.

Namun melalui UU HPP, pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Pelaku juga bisa terhindar dari pidana penjara saat perkara sudah masuk ke pengadilan dan sudah membayar sanksi administratif.

"Bahannya sudah kami siapkan. Jadi nanti percepatan saja. Mudah-mudahan tahun ini kami selesai, secepatnya," ujar Askolani. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global