PEKALONGAN, DDTCNews – Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Pekalongan merasa keberatan atas pajak parkir yang diberlakukan oleh pemerintah setempat. Pasalnya, besar maupun kecil hotel dikenakan tarif pajak yang seragam tanpa pengklasifikasian tarif.
Ketua PHRI Pekalongan Syamsul Bakhri mengatakan kondisi perhotelan di Pekalongan tidak seluruhnya sanggup memenuhi setoran pajak parkir dengan tarif yang seragam. Terlebih banyak hotel kecil yang memiliki pemasukan rendah.
“Pemberlakuan pajak parkir cukup memberatkan bagi hotel kecil, karena pendapatannya sudah minim. Hotel kecil pun hanya memiliki lahan parkir minim yang hanya bisa diisi oleh 2 atau tiga mobil sudah penuh,” katanya di Kota Pekalongan, Rabu (25/7).
Sebagai informasi, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 tahun 2011 Kota Pekalongan mengatur 4 poin, pertama, penyelenggara tempat parkir memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan tarif sewa parkir tetap dan khusus, dikenakan pajak parkir 20% dari pembayaran.
Kedua, penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25% dari pembayaran.
Ketiga, penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir vallet atau parkir yang memberikan pelayanan sejenis, dikenakan pajak parkir sesebar 30% dari pembayaran.
Keempat, penyelenggara tempat parkir yang tidak memungut sewa parkir dikenakan pajak parkir sebesar 20% dari jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara parkir. Ketentuan tarif pajak parkir ini yang dianggap memberatkan wajib pajak.
Tak hanya itu, alasan PHRI terhadap tingginya tarif pajak parkir juga dikarenakan perhotelan dikenakan berbagai jenis pajak, seperti pajak hotel, pajak hotel air tanah, pajak reklame, pajak bumi dan bangunan (PBB).
“Dari semua pajak yang ada, hampir semuanya dikenakan ke hotel, sehingga ini memberatkan bagi hotel-hotel kecil,” tambah owner Hotel Gajah Mada tersebut.
Untuk itu, dia menyarankan adanya klasifikasi besaran tarif yang disesuaikan dengan jumlah kamar hotel. Hotel dengan jumlah kamar di bawah 25 bisa digratiskan, hotel yang memiliki 25-50 kamar dipajaki dengan tarif rendah, serta hotel dengan kamar 50-100 dikenakan pajak yang lebih tinggi.
“Hotel-hotel kecil akan kesulitan jika disamaratakan. Hotel dengan tarif kamar masih di bawah Rp100 ribu ini kan pendapatannya juga tidak besar. Mereka juga sudah dikenai berbagai macam pajak. Sehingga usul saya adalah hotel kecil lebih baik digratiskan dan klasifikasi tarif dapat disesuaikan dengan kondisi dan besar kecilnya hotel,” pungkasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.