Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak orang pribadi diimbau untuk memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat yang diatur dalam Pasal 17D UU KUP sesuai dengan PER-5/PJ/2023. Hal tersebut menjadi salah satu topik paling hangat diperbincangkan netizen dalam sepekan terakhir.
Imbauan terkait dengan pemanfaatan restitusi dipercepat bakal disampaikan langsung oleh account representative (AR) kepada setiap wajib pajak.
"Ini kita masifkan lagi sosialisasinya agar bisa diproses pakai Pasal 17D. Teman-teman kita imbau agar melalui AR-nya masing-masing diberitahukan kepada wajib pajak bahwa ini akan diproses menggunakan PER-5/PJ/2023," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.
Desakan otoritas agar wajib pajak memanfaatkan restitusi dipercepat bukan tanpa alasan. Sampai saat ini, pemanfaatan restitusi dipercepat bagi wajib pajak orang pribadi memang belum optimal.
DJP mencatat ada 15.419 wajib pajak orang pribadi dengan lebih bayar pajak hingga Rp100 juta yang berhak memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat. Namun, baru 1.895 wajib pajak orang pribadi yang memperoleh pengembalian pajak.
Menurut Dwi, pemanfaatan fasilitas restitusi dipercepat bagi wajib pajak orang pribadi tersebut masih belum optimal karena PER-5/PJ/2023 merupakan aturan baru. Dwi mengatakan petugas di kantor pelayanan pajak (KPP) masih perlu melakukan penyesuaian terkait dengan implementasi aturan itu.
"Idealnya kalau berdasarkan peraturan memang Juni 2023. Itu secara regulasi, tetapi di lapangan kami lihat lagi situasinya,” ujar Dwi.
Baca artikel lengkapnya, 'AR Bakal Beritahu Wajib Pajak Soal Restitusi Dipercepat PER-5/PJ/2023'.
Masih soal aturan baru, pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal kuasa wajib pajak selain konsultan pajak. Seperti diketahui, UU HPP memberi peluang pihak non-konsultan pajak untuk menjadi kuasa wajib pajak.
Aturan teknis diperlukan untuk membangun level playing field antara konsultan pajak dan kuasa wajib pajak yang bukan merupakan konsultan pajak.
"Kita akan mengatur secara equal antara mereka yang menyandang konsultan pajak dan mereka yang tidak perlu menyandang gelar konsultan pajak tetapi bisa menjalankan peran yang sama," ujar Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya PPPK Sekti Widihartanto.
Seperti apa bentuk equal plaing field bagi konsultan pajak dan kuasa hukum yang bukan konsultan pajak tersebut? Simak artikel lengkapnya, 'Bangun Kesetaraan untuk Konsultan Pajak, PMK Soal Kuasa WP Disiapkan'.
Selain 2 isu di atas, masih ada sejumlah pemberitaan lain yang menarik minat pembaca dalam sepekan terakhir. Di antaranya, tentang update penerimaan pajak, pengembangan taxpayer account, pajak natura, dan PMK baru tentang akuntansi kewajiban utang.
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak senilai Rp970,2 triliun pada semester I/2023. Angka tersebut setara 56,5% dari target yang dipatok pemerintah, yakni Rp1.718 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 9,9% (year on year/yoy). Menurutnya, kinerja pajak tersebut lebih cepat ketimbang belanja pemerintah pusat yang baru mencapai 39,7% dari pagu.
"Penerimaan jauh lebih cepat dalam mencapai target dibandingkan belanja negara yang masih di bawah 40%," katanya dalam konferensi pers APBN Kita.
Adanya reformasi perpajakan—termasuk pembaruan coretax administration system (CTAS)—akan memberi manfaat dari sisi informasi kewajiban wajib pajak.
Dengan adanya reformasi perpajakan, wajib pajak dapat mengetahui posisi hak dan kewajiban perpajakan secara near real time. Terlebih, DJP tengah mempersiapkan taxpayer account management (TAM).
"Tadi kami sampaikan TAM, taxpayer account management. Jadi, Bapak-Ibu nanti bisa ngontrol orang pajak ini punya data apa terkait perusahaan saya sehingga Bapak-Ibu, confidence," ujar Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin dalam sebuah sosialisasi.
Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan tidak ada keterkaitan antara ketentuan natura/kenikmatan sebagai objek pajak penghasilan (PPh) dan kemungkinan wajib pajak dilakukan pemeriksaan.
Suryo mengatakan kebijakan natura dan/atau kenikmatan sebagai objek PPh yang berlaku sejak Januari 2023 memang berpotensi menyebabkan wajib pajak berstatus kurang bayar saat menyampaikan SPT Tahunan 2023. Meski demikian, hal ini tidak serta merta membuat wajib pajak tersebut diperiksa otoritas.
"Secara absolut tidak ada hubungan langsung antara implementasi ketentuan terkait dengan natura dengan possibility wajib pajak dilakukan pemeriksaan," katanya.
Kementerian Keuangan menilai fasilitas pembebasan PPN atas penyerahan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan fasilitas pembebasan PPN akan mendorong kelompok MBR membeli rumah. Menurutnya, fasilitas ini pada akhirnya juga mampu menggerakkan sektor yang berkaitan dengan perumahan.
"Kelihatannya ini dibebaskan PPN, tetapi sebenarnya di balik itu semua justru dia memutar beberapa industri ataupun sektor-sektor yang diharapkan ini bisa menggerakkan ekonomi secara keseluruhan," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah peraturan terkait dengan kebijakan akuntansi pemerintah pusat.
Perubahan itu dilakukan melalui PMK 57/2023. Beleid yang mulai berlaku pada 24 Mei 2023 tersebut menjadi perubahan atas PMK 231/2022. Melalui PMK 57/2023, otoritas fiskal ingin memberikan kepastian hukum penyempurnaan peraturan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan.
“Untuk memberikan kepastian hukum penyempurnaan pengaturan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan atas kebijakan akuntansi kewajiban utang berdasarkan standar akuntansi pemerintahan di lingkungan pemerintah pusat,” bunyi penggalan bagian pertimbangan PMK 57/2023. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.