SAAT kebijakan tax amnesty berlangsung pada 1 Juli 2016- 31 Maret 2017 lalu, salah satu fasilitas yang ditawarkan pemerintah adalah adanya pembebasan pajak penghasilan (PPh) final atas pengalihan harta apabila harta yang diungkapkan belum dibaliknamakan atas nama wajib pajak yang bersangkutan.
Untuk dapat memperoleh fasilitas ini, wajib pajak diwajibkan untuk mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dengan melampirkan beberapa dokumen yang dibutuhkan. Lantas, apa itu SKB dan pajak apa saja yang dapat diberikan SKB?
Secara umum, SKB adalah dokumen sakti bagi wajib pajak penerima penghasilan agar tidak dipotong atau dipungut pajak oleh pemotong atau pemungut pajak sebagai pihak yang memberi penghasilan. SKB ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Dengan menunjukkan SKB, pemotong atau pemungut pajak tidak lagi memiliki kewajiban pemotongan. Artinya, SKB secara tidak langsung memberitahukan bahwa untuk wajib pajak ini (yang masuk kriteria tertentu) tidak perlu lagi dipotong atau dipungut pajak.
Berikut merupakan jenis SKB yang dapat diberikan oleh Ditjen Pajak:
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2013 yang memotong pajak 1% per bulan dari peredaran bruto, mengakibatkan tidak adanya pengkreditan pajak penghasilan di SPT Tahunan baik PPh badan maupun orang pribadi. Namun, ketika wajib pajak melakukan kegiatan yang termasuk objek pemotongan PPh Pasal 21, 22, atau 23, maka dapat dikenakan pemotongan PPh.
Dari kasus ini, wajib pajak dengan penghasilan bruto tertentu akan dirugikan karena yang seharusnya dikenakan pajak 1% malah bertambah 2% atau bertambah sesuai tarif pajak tidak bersifat final lainnya, karena pajak yang boleh dikreditkan menjadi tidak boleh dikreditkan.
Atas hal ini, Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2013 mengatur bahwa wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh yang bersifat final dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final kepada Ditjen Pajak.
Dasar SKB PPh final atas bunga deposito dan tabungan adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2013. Menurut aturan ini, wajib pajak yang dapat mengajukan SKB atas penghasilan bunga deposito, tabungan dan diskonto SBI adalah dana pensiun.
Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf g UU PPh, iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan bukan penghasilan. Atau dengan kata lain, penghasilan yang dikecualikan dari objek PPh. Iuran inilah yang nantinya akan diinvestasikan oleh dana pensiun dalam bentuk deposito, tabungan dan SBI.
Bagi wajib pajak yang pada tahun berjalan sudah dipastikan pada akhir tahun akan mengalami kerugian, maka pemotongan dan pemungutan PPh akan menyebabkan lebih bayar. Artinya tidak ada gunanya pemotongan dan pemungutan. Oleh karena itu, supaya tidak lebih bayar, kantor pajak memberikan solusi dengan menerbitkan SKB.
Dasar SKB yang ini adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2011 yang kemudian petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-11/PJ/2011.
Pasal 2B Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 mengatur pengecualian pengenaan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-30/PJ/2009.
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak dibebaskan tanpa SKB. Tetapi untuk pengalihan yang lainnya, dibebaskan jika ada SKB.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2013, atas impor BKP dan/atau penyerahan BKP dan/atau JKP kepada perwakilan negara asing dan badan Internasional serta pejabatnya dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPnBM. Pembebasan ini tidak otomatis karena harus ada SKB. Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara dapat menerbitkan SKB melalui KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora).
Orang pribadi atau badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM wajib memiliki SKB PPnBM yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemohon terdaftar, sebelum aktivitas impor atau penyerahan kendaraan bermotor dilakukan. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 64/PMK.011/2014.
PPN yang terutang atas impor atau penyerahan BKP atau JKP tertentu dapat dibebaskan setelah memperoleh SKB PPN, kecuali untuk BKP atau JKP tertentu yang atas pembebasan PPN-nya tidak memerlukan SKB sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2015. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.