DIRJEN Pajak pada 25 Juni 2020 menetapkan Peraturan Dirjen Pajak No.PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang. Beleid ini menggantikan beleid terdahulu, Peraturan Dirjen Pajak No. PER-19/PJ/2010.
Penggantian aturan tersebut ditujukan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan pemusatan tempat pajak pertambahan nilai (PPN) terutang. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pemusatan tempat PPN terutang?
Definisi
BERDASARKAN penjelasan Ditjen Pajak (DJP) dalam laman resminya, pemusatan PPN atau sentralisasi PPN berarti melakukan pemusatan tempat penerbitan dan pengkreditan faktur pajak. Tempat yang dipilih sebagai pemusatan juga berfungsi sebagai tempat pelaporan SPT masa PPN.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Dirjen Pajak No.PER-11/PJ/2020, tempat pemusatan PPN terutang adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha yang dipilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.
Latar belakang munculnya pemusatan PPN ini adalah adanya pengusaha kena pajak (PKP) yang memiliki banyak cabang. Untuk menyederhanakan proses pemenuhan kewajiban pajaknya, DJP memperkenankan PKP tersebut melakukan pemusatan PPN atau sentralisasi PPN.
Pemusatan PPN dinilai dapat menyederhanakan karena PKP itu dikecualikan dari ketentuan Pasal 12 UU PPN. Berdasarkan penjelasan Pasal 12 UU PPN, PKP orang pribadi terutang pajak di tempat kegiatan usaha, sementara PKP badan terutang di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
Selanjutnya, apabila PKP tersebut mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak dan PKP itu wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Hal ini berarti orang pribadi atau badan bisa terdaftar sebagai PKP pada lebih dari satu tempat, tergantung lokasi usahanya. Selain itu, pusat dan cabang dianggap sebagai tempat terutang PPN yang berbeda dan terpisah sehingga penyerahan dari pusat ke cabang/antarcabang dikenai PPN.
Ketentuan ini tentu sangat merepotkan bagi PKP yang memiliki banyak cabang. Pasalnya, mereka harus menerbitkan faktur dan melaporkan SPT Masa PPN untuk setiap cabang. Untuk mengatasi persoalan tersebut, DJP memberikan kemudahan melalui mekanisme pemusatan pelaporan PPN.
Adanya pemusatan PPN ini membuat tiap cabang tidak perlu menerbitkan faktur pajak atas setiap transaksi. Pasalnya, transaksi penyerahan dalam satu perusahaan seperti dari pusat ke cabang atau antarcabang dianggap sebagai satu kesatuan.
Hal ini berarti dengan melakukan pemusatan tempat PPN terutang, setiap unit usaha baik pusat maupun cabang merupakan satu kesatuan entitas, sehingga setiap penyerahan yang dilakukan antarunit merupakan satu rangkaian transaksi.
Dengan demikian, penyerahan dari pusat ke cabang atau antarcabang itu tidak dikenai PPN. Pasalnya, berdasarkan Pasal 1A UU PPN penyerahan barang kena pajak (BKP) dari pusat ke cabang/ sebaliknya atau antarcabang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP yang berarti terutang PPN.
Sementara itu, penyerahan BKP dari pusat ke cabang/sebaliknya atau antarcabang bagi PKP yang melakukan pemusatan tempat pajak terutang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sehingga tidak terutang PPN.
Namun, untuk dapat memanfaatkan kemudahan pemusatan tempat PPN terutang, PKP harus menyampaikan pemberitahuan. Ketentuan terbaru tentang pemusatan PPN ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No.PER-11/PJ/2020.
Simpulan
PEMUSATAN PPN adalah pemilihan satu cabang atau lebih oleh PKP sebagai tempat terutangnya PPN. Pemusatan ini bisa memberikan kemudahan administrasi karena hanya tempat yang dipilih sebagai pemusatan PPN yang harus merilis faktur pajak dan yang melaksanakan kewajiban PPN.
Dengan pemusatan tempat PPN terutang, beban administrasi PKP dapat berkurang karena penyerahan akan terutang dan faktur pajak hanya akan diterbitkan jika terjadi penyerahan barang dan/atau jasa dengan pihak lain. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Mohon pencerahannya, jika perusahaan yang bergerak di bidang yang PPN nya dibebaskan, apakah tetap perlu menyampaikan surat pemberitahuan kepada Ditjen Pajak, walaupun semua penghasilan diperoleh dari cabang (berdasarkan lokasi), sedangkan pencatatan semua transaksi dipusatkan menjadi satu di kantor pusat, termasuk PPN, PPh 23 dilaporkan jadi satu di kantor pusat, kecuali PPH 21 yang dilaporkan sesuai lokasi cabang, terima kasih. #mariBicara