BEA meterai merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen. Membubuhkan meterai pada suatu dokumen berarti memenuhi kewajiban warga negara untuk membayar pajak atas dokumen. Namun, tidak semua dokumen harus dibubuhi dengan meterai.
Merujuk Pasal 3 ayat (1) UU No.10/2020 (Undang-Undang Bea Meterai), bea meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Untuk dokumen yang sebelumnya tidak dikenai bea meterai karena tidak termasuk objek bea meterai, tetapi hendak digunakan sebagai alat bukti di pengadilan harus terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud sebagai pemeteraian kemudian?
Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka 6 UU Bea Meterai, pemeteraian kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh menteri. Adapun menteri sesuai dengan Pasal 1 angka 8 adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Secara lebih terperinci, merujuk Pasal 17 ayat (1), pemeteraian kemudian dilakukan untuk dokumen yang termasuk objek bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang dibayar dan/atau dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf b, dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di pengadilan adalah dokumen yang terutang bea meterai tetapi belum lunas, termasuk yang kedaluwarsa, dan dokumen yang sebelumnya tidak dikenai bea meterai karena bukan objek bea meterai.
Dokumen tersebut terlebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian pada saat akan dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan. Namun, dokumen yang merupakan objek bea meterai dan telah dibayar sesuai dengan ketentuan tidak wajib lagi dilakukan pemeteraian kemudian.
Definisi terdahulu
APABILA dibandingkan dengan UU No.13/1985, maka konteks definisi pemeteraian kemudian yang tercantum dalam UU No.10/2020 lebih luas. Sebelumnya, Pasal 1 ayat (2) huruf d UU 13/1985 jo Pasal 1 angka 5 PMK 70/2014 mendefinisikan pemeteraian kemudian sebagai berikut:
“Suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterai-nya belum dilunasi sebagaimana mestinya,”
Berdasarkan UU No.13/1985 pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, dokumen yang terutang bea meterai tetapi tidak atau kurang dilunasi, serta dokumen yang di buat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia
Adapun berdasarkan pasal 10 UU No.13/1985, pemateraian kemudian atas dokumen-dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dengan demikian, sebelumnya pemeteraian kemudian hanya dilakukan oleh pejabat pos. Namun, saat ini berdasarkan UU 10/2020 pemeteraian dilakukan oleh pejabat yang ditetapkan oleh menteri keuangan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
wah, keren. menambah pengetahuan saya terkiat Pemeteraian Kemudian dan keberlakuannya di tataran peraktik.