Ilustrasi. Pekerja mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (16/4/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/wpa.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala serta wajib pajak masuk bursa selain wajib pajak bank mempunyai skema penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tersendiri.
Wajib pajak lainnya adalah wajib pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Menteri keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi … wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala,” bunyi penggalan Pasal 25 ayat (7) UU PPh.
Pasal 4 ayat (1) PMK 215/2018, dasar untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi kedua kelompok wajib pajak tersebut adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun laporan keuangan yang dimaksud terdiri atas laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.
Merujuk pada ketentuan Pasal 4 ayat (2) PMK 215/2018, angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak tersebut dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan neto sesuai dengan laporan keuangan dikurangi dengan:
“Angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan angsuran PPh Pasal 25 untuk 3 masa pajak setelah periode yang dilaporkan,” bunyi Pasal 4 ayat (5) PMK 215/2018.
Penghasilan neto yang dimaksud tidak termasuk penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak serta penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek PPh.
“Dalam hal wajib pajak memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto dalam negeri,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (4) PMK 215/2018.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) PMK 215/2018, jika laporan keuangan belum dilaporkan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 masa pajak sebelumnya.
Setelah itu, jika wajib pajak telah menyampaikan laporan keuangan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian laporan sampai dengan bulan sebelum disampaikan laporan tersebut dihitung kembali.
“… dihitung kembali dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 3 … terhitung mulai batas waktu penyampaian laporan,” bunyi penggalan Pasal 6 ayat (3) PMK 215/2018.
Apabila besarnya angsuran PPh Pasal 25 lebih besar, atas kekurangan setoran wajib disetor pada masa pajak saat laporan keuangan disampaikan. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam UU KUP.
Jika besarnya angsuran PPh Pasal 25 lebih kecil, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (5) PMK 215/2018, atas kelebihan setoran dapat dipindahbukukan ke angsuran PPh Pasal 25 masa-masa pajak berikutnya.
Berdasarkan pada Pasal 8 PMK 215/2018, ketentuan di atas juga berlaku untuk angsuran PPh Pasal 25 wajib pajak baru yang merupakan wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak lainnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.