Kader posyandu melakukan pengukuran lingkar kepala balita saat kegiatan pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting di Posyandu Wijaya Kusuma, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengungkapkan anggaran terkait penanganan stunting masih sering disalahgunakan oleh kementerian/lembaga (K/L) serta pemda.
Akibat penyalahgunaan tersebut, belanja penanganan stunting tidak mampu memberikan manfaatkan secara maksimal kepada masyarakat dan tidak mampu mencapai mencapai outcome yang diharapkan, yakni penurunan stunting.
"Misalnya stunting pada waktu itu, saya zoom terus, programnya apa? Ternyata memperbaiki pagar puskesmas. Itu terjadi. Ada juga judulnya revolusi mental, saya telusuri terus ujungnya ternyata membeli motor trail," ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, dikutip Jumat (14/6/2024).
Oleh karena masalah ini, banyak belanja pemerintah pusat yang manfaatnya diterima oleh birokrasi, bukan masyarakat. Pada 2024, penerimaan manfaat dari Rp530 triliun belanja pemerintah pusat adalah birokrasi. Nilai tersebut setara dengan 48,6% dari total anggaran belanja pemerintah pusat.
Tak hanya itu, mayoritas belanja pemerintah pusat juga masih digunakan untuk program-program nonprioritas. Dari total anggaran belanja pemerintah pusat senilai Rp1.090 triliun, 57% atau senilai Rp623 triliun digunakan untuk mendanai program nonprioritas.
Suharso mengaku kementeriannya tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk memperbaiki permasalahan penyalahgunaan anggaran tersebut. Oleh karena itu, kewenangan Kementerian PPN/Bappenas perlu diperbaiki.
"Pada akhirnya anggaran tidak di kami. Kami alokasi, tetapi anggaran tidak di kami. Kadang-kadang K/L itu bicara dengan Kemenkeu, mereka mendapatkan lebih dan tidak dilaporkan lagi kepada kami," ujar Suharso.
Untuk diketahui, tingkat prevalensi stunting pada 2023 tercatat masih sebesar 21,5%, jauh dari harapan pemerintah sebesar 14%. Terlepas dari hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin prevalensi stunting turun ke 14% pada tahun ini.
"Ini ambisius banget, tapi memang kita harus bekerja keras mencapai target. Nah, nanti akhir tahun kita lihat berapa," ujar Jokowi. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.