BERITA PAJAK HARI INI

Akhir 2019, Ratusan Triliun Dana Repatriasi Tax Amnesty Bebas Bergerak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 08 Oktober 2019 | 08:54 WIB
Akhir 2019, Ratusan Triliun Dana Repatriasi Tax Amnesty Bebas Bergerak

Ilustrasi. (foto: Setkab)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) berharap dana hasil repatriasi dalam kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tetap berada di Indonesia meskipun holding period berakhir. Harapan DJP ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (8/10/2019).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan holding period untuk dana yang direpatriasi ada 3 tahun. Perhitungan 3 tahun ini didasarkan pada realisasi pemindahan dana tersebut dari luar negeri ke Tanah Air.

Dana atau aset yang sudah melewati holding period bisa dipindah ke manapun, baik di dalam maupun luar negeri. Meskipun akan tergantung pada iklim investasi, Hestu berharap dana tersebut tetap bisa ditempatkan atau diinvestasikan di Indonesia.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

“Instrumen investasi mungkin perlu diperdalam. [Untuk perbaikan iklim] investasi sektor riil memerlukan berbagai pembenahan seperti perizinan, kepemilikan tanah, dan ketenagakerjaan,” katanya.

Seperti diketahui, batas waktu pengalihan harta (repatriasi) untuk amnesti pajak periode I dan II adalah 31 Desember 2016. Dengan patokan tersebut, holding period untuk harta yang direpatriasi pada periode tersebut adalah 31 Desember 2019 atau bisa sebelum itu.

Berdasarkan data dalam Laporan Tahunan DJP 2016, total harta yang diungkapkan dalam amnesti pajak period I dan II senilai Rp3.460,80 triliun. Dari jumlah tersebut, harta repatriasi tercatat senilai Rp114,16 triliun.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti kinerja penerimaan pajak jelang akhir tahun ini. Estimasi shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak pada 2019 dipastikan akan melebar karena perlambatan setoran masih terjadi.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Sinergi Kemenkeu, BI, dan OJK

Belum lama ini, Kementerian Keuangan mengaku akan bersinergi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merumuskan bauran kebijakan yang dapat tetap menarik pemilik dana repatriasi dalam kebijakan tax amnesty.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan koordinasi akan insentif dilakukan menjelang berakhirnya holding period dana repatriasi pada akhir tahun ini. Bauran kebijakan antar-otoritas, menurutnya, akan diambil agar dana yang sudah diinvestasikan tetap betah di dalam negeri.

“Kami bersama sama BI dan OJK nanti akan lihat apa-apa yang bisa dilakukan,” katanya.

  • Setoran Masih Minim

Harian Kontan memberitakan realisasi penerimaan pajak hingga 7 Oktober 2019 sebesar Rp912 triliun atau baru 57,8% dari target APBN senilai Rp1.577,56 triliun. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, angka tersebut tercatat tumbuh negatif 0,31%.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Beberapa ekonom dan pengamat menyebut performa tersebut realisasi penerimaan pajak pada tahun ini diakibatkan situasi perekonomian yang lesu. Pada saat yang bersamaan, kecepatan pemberian insentif justru lebih kencang dibandingkan setoran, termasuk dari sumber-sumber penerimaan baru.

  • Cadangan Devisa

BI memaparkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2019 senilai US$124,3 miliar, turun dibandingkan akhir Agustus 2019 senilai US$126,4 miliar. Penurunan cadangan devisa terutama dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di BI.

Beberapa ekonom memperkirakan penurunan cadangan devisa ini akan berlanjut. Hal ini dipengaruhi oleh perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, proses impeachment pemerintahan AS dan ketidakstabilan geopolitik Timur Tengah. Hal tersebut berisiko melemahkan nilai tukar rupiah yang pada gilirannya berdampak pada cadangan devisa. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 Oktober 2019 | 16:56 WIB

Susah u dikendalikan hukum bisnis itu rasional dimanapun klo ada benefit yg baik..keanalah dia akan bergerak... Kinerja ekonomi kita sih belum kandas ..namun iklim usaha dimana2 sering overlaping dlm kentuan yang aturnya . juga di sytem pemajakan republik ini .. DPR sibuk lain2 tidak membangun APBN yang sehat bgmn konsepnya...

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra