JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Jumat (5/10), kabar datang dari pengamat perpajakan DDTC yang menilai automatic exchange of information (AEoI) akan secara otomatis berdampak positif bagi penerimaan pajak.
Kabar juga datang dari Ditjen Pajak yang mengklaim telah mengantongi informasi keuangan nasabah Indonesia dari negara lain. Tercatat ada 58 negara yang telah menyampaikan informasi nasabahnya ke Indonesia.
Selain itu, kabar juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengajukan perubahan sistem akuntansi kepada Kementerian Keuangan. Perubahan ini diajukan OJK sebagai upaya untuk mendapatkan keringanan pajak.
Berikut ringkasannya:
Kepala Fiscal & Research DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan melalui skema AEoI, otoritas pajak dapat memperoleh informasi keuangan wajib pajak yang dananya ditempatkan di luar negeri. Indikasi penyembunyian informasi harta yang diparkir di luar negeri tidak kecil, hal ini bisa dilihat dari data deklarasi harta luar negeri dalam program tax amnesty. Menurutnya bila data dari AEoI dapat diolah dengan baik, maka potensi dan tingkat kepatuhan wajib pajak bisa dipetakan lebih efektif.
Direktur Perpajakan Internasional John L. Hutagaol mengatakan otoritas pajak akan memulai proses sesuai dengan standar prosedur. Jika ditemukan kesalahan, maka data itu akan dikembalikan ke negara pemberi data, begitu pun bagi data dari Indonesia yang diserahkan ke luar negeri. Hingga 1 Oktober lalu, sudah 5.870 lembaga keuangan yang membuka akun di Ditjen Pajak untuk melaporkan data nasabah secara otomatis.
Ketua Dewan Komosioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perubahan sistem akuntansi itu dilakukan karena dengan sistem saat ini, OJK harus menanggung pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 25% yang dihitung dari pendapatan kotor. Akibatnya, beban pajak yang harus ditanggung akan sangat berat dan sulit untuk melunasi pajak. Menurutnya pemerintah seharusnya memungut PPh badan setelah revenue dipotong cost, bukan justru dipajaki dari pendapatan kotor.
Sulitnya OJK dalam membayar pajak, sejatinya terbukti melalui ikhtisar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS), BPK menemukan OJK belum menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Selain utang PPh Badan tahun 2017 sebesar Rp901,1 miliar, OJK juga belum menyampaikan SPT tahun PPh Badan 2017. Kemudian dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan Keuangan OJK tahun 2017, tercatat ada utang pajak senilai Rp901,1 miliar merupakan akumulasi dari utang pajak tahun-tahun sebelumnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.