JAKARTA, DDTCNews - Penyerahan barang/jasa kena pajak yang PPN-nya dihitung dengan DPP nilai lain seperti dimaksud dalam PMK 131/2024 harus dibuatkan faktur pajak dengan kode 04. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (3/1/2024).
Sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, kode faktur 04 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang DPP-nya menggunakan DPP nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (1) UU PPN.
"Kode faktur pajak yang digunakan untuk mendapatkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual atau tarif efektif 11% sesuai PMK 131/2024 adalah 04," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.
Sebagai informasi, Pasal 3 PMK 131/2024 mengatur PPN atas impor dan penyerahan BKP/JKP selain BKP yang tergolong mewah dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebesar 12% dengan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Dengan adanya DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual maka tarif PPN efektif atas penyerahan BKP/JKP selain BKP mewah meniadi 11%, lebih rendah dari statutory tax rate sebesar 12% dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.
Untuk BKP yang merupakan barang mewah, Pasal 2 ayat (2) PMK 131/2024 mengatur PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebesar 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.
BKP mewah yang dimaksud adalah BKP mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang selama ini menjadi objek PPnBM sebagaimana termuat dalam lampiran PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023 dan lampiran PMK 141/2021 s.t.d.d PMK 42/2022.
Namun, perlu dicatat, PPN dengan tarif efektif 12% atas penyerahan BKP mewah baru berlaku mulai 1 Februari 2025. Pada 1 - 31 Januari 2025, PPN atas penyerahan BKP mewah dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.
Selain kode faktur DPP nilai lain, ada pula ulasan mengenai dampak kebijakan PPN terbaru terhadap kesehatan fiskal Indonesia ke depannya. Lalu, ada juga bahasan terkait dengan pengembalian pajak atau restitusi PPN 12%.
Selain kode faktur DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual, DJP juga menegaskan PMK 131/2024 tidak turut mengatur penyerahan barang dan jasa yang selama ini telah menggunakan DPP nilai lain dalam penghitungan PPN.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan selama ini telah ada beberapa PMK yang mengatur DPP nilai lain dalam penghitungan PPN atas beberapa barang dan jasa. Terhadap penghitungan PPN barang dan jasa tersebut, akan tetap mengikuti peraturan yang telah ada (existing).
"Untuk beberapa jenis transaksi yang sudah menggunakan nilai lain, tetap mengikuti dari masing-masing yang diatur di aturannya masing-masing," katanya. (DDTCNews)
Melalui PENG-41/PJ.09/2024, DJP mengeluarkan pengumuman terkait dengan penerapan coretax administration system yang sudah mulai berjalan pada tahun ini.
Berdasarkan PENG-41/PJ.09/2024, DJP menyampaikan 5 poin penting dalam implementasi coretax administration system (Coretax DJP). Salah satunya ialah Coretax DJP dapat diakses melalui laman https://coretaxdjp.pajak.go.id/.
“Selanjutnya, untuk mempermudah masyarakat dalam menggunakan Coretax DJP, tersedia laman landas Portal Layanan DJP yang dapat diakses melalui https://www.pajak.go.id/portal- layanan-wp/,” jelas DJP. (DDTCNews)
Penerapan kebijakan PPN 12% khusus untuk barang mewah yang selama ini dikenakan PPnBM ternyata belum seragam di lapangan. Terdapat wajib pajak yang ternyata tetap terkena PPN 12% atas sejumlah transaksi jasa maupun barang nonmewah.
Terkait dengan itu, DJP memastikan wajib pajak bisa mengajukan pengembalian kelebihan pajak bila sudah membayar pajak dengan tarif PPN 12% pada 2025. Saat ini, DJP tengah menyiapkan skema restitusi tersebut.
“Ini yang sedang kami atur transisinya seperti apa. Referensinya kalau sudah kelebihan dipungut yah dikembalikan. Caranya bisa macam-macam. Kalau tidak membetulkan faktur pajak nanti dilaporkan juga bisa,” kata Dirjen Pajak Suryo Utomo. (Kontan)
Keputusan pemerintah untuk mengenakan PPN 12% hanya terhadap barang mewah yang masuk dalam kategori objek PPnBM memantik kekhawatiran investor tentang kesinambungan fiskal Indonesia ke depannya.
Terlebih, pemerintah juga tetap memobilisasi insentif fiskal dan nonfiskal dalam paket kebijakan ekonomi 2025 yang senilai hampir 30 triliun, termasuk diskon tarif listrik, subsidi bunga, kredit investasi industri padat karya, PPN ditanggung pemerintah, dan lain sebagainya.
Selain itu, kenaikan PPN yang sangat terbatas mengurangi potensi tambahan penerimaan pajak Rp75 triliun yang sebelumnya diestimasi pemerintah jika PPN 12% diterapkan untuk lebih banyak barang dan jasa. (Bisnis Indonesia)
Periode pemanfaatan PPh final 0,5% bagi pelaku UMKM diperpanjang selama 1 tahun, yakni hingga tahun pajak 2025. Namun, perpanjangan periode PPh final ini hanya berlaku bagi pelaku UMKM orang pribadi yang sudah memanfaatkan fasilitas ini selama 7 tahun terakhir.
Terkait dengan ketentuan teknisnya, sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan regulasinya. Wajib pajak UMKM orang pribadi pun diminta menunggu terbitnya ketentuan teknis berkaitan dengan perpanjangan PPh final 0,5%.
"Mengenai ketentuan teknis yang mengatur, mohon berkenan menunggu informasi lebih lanjut dari DJP," tulis contact center DJP. (DDTCNews)
Tarif PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas pengusaha bakal naik sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) PMK 65/2022.
Mengingat kendaraan bermotor bekas dikenai PPN dengan besaran tertentu berdasarkan PMK tersendiri, penyerahan tersebut tidak termasuk BKP yang PPN-nya dihitung menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual sebagaimana diatur dalam PMK 131/2024.
"Kalau kendaraan bekas dari 1,1% menjadi 1,2%," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.