KEBIJAKAN PAJAK

Ternyata Threshold PKP di Indonesia Sangat Tinggi, Ini Kata Periset

Redaksi DDTCNews | Kamis, 24 Juni 2021 | 12:15 WIB
Ternyata Threshold PKP di Indonesia Sangat Tinggi, Ini Kata Periset

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ambang batas (threshold) pengusaha kena pajak (PKP) di Indonesia tercatat sangat tinggi bila dibandingkan dengan ketentuan di negara lain.

Berdasarkan pada data threshold omzet pengusaha – penentu PKP dalam ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) – di 92 negara yang dihimpun DDTC Fiscal Research, rata-ratanya mendekati Rp1,2 miliar.

Threshold di Indonesia jauh lebih besar, yakni Rp4,8 miliar atau sekitar 4 kali lipat rata-rata sampel. Adapun nilai threshold tertinggi dari sampel hanya sebesar Rp10,8 miliar. Ada pula negara lain di luar sampel – seperti Chili, Meksiko, Spanyol, dan Turki – yang tidak menerapkan threshold PKP.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

“Dapat disimpulkan threshold PKP Indonesia saat ini terbilang sangat tinggi dari kacamata global,” ujar Assistant Manager DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah, Kamis (24/6/2021).

Awwaliatul menjelaskan salah satu aspek yang krusial dalam merancang kebijakan PPN di banyak negara adalah penentuan perlakuan terhadap pengusaha kecil. Aspek yang dipertimbangkan adalah perlu atau tidaknya pengusaha kecil dibebaskan dari kewajiban pemungutan PPN.

Setidaknya terdapat 3 faktor yang dipertimbangkan negara-negara di dunia dalam menentukan perlakuan PPN atas pengusaha kecil. Pertama, faktor atau variabel yang menjadi batasan sehingga pengusaha dapat dikatakan sebagai pengusaha kecil.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kedua, upaya atau kebijakan yang harus dilakukan untuk menyederhanakan prosedur PPN pengusaha kecil. Ketiga, cara untuk memastikan pengusaha yang ditetapkan sebagai pengusaha kecil memang benar-benar telah memenuhi ambang batas pengusaha kecil untuk tujuan PPN.

Pertimbangan terhadap ketiga faktor itu, sambung Awwaliatul, dipicu adanya bukti bahwa biaya administrasi dan kepatuhan sehubungan dengan pemungutan PPN dari pengusaha kecil sering kali lebih besar dibandingkan dengan penerimaan PPN yang dihasilkan.

“Alasan inilah yang menyebabkan banyak negara menetapkan ketentuan PPN khusus mengenai pengusaha kecil,” kata Awwaliatul.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Sebagian besar negara yang menetapkan pengecualian bagi pengusaha kecil sebagai PKP tentunya memerlukan ketentuan yang mengatur tentang batas minimum (minimum treshold) dari kegiatan usaha pengusaha kecil.

Berdasarkan pada ketentuan ini, hanya pengusaha di bawah batas minimum yang dapat dikategorikan sebagai pengusaha kecil sehingga tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sebaliknya, pengusaha yang berada di atas batas minimum kegiatan usaha pengusaha kecil dikategorikan sebagai PKP sehingga wajib menjalankan kewajibannya.

Menurut Awwaliatul, setiap negara mempunyai batasan yang berbeda untuk mengukur kegiatan usaha dari pengusaha kecil atau pengusaha yang tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Namun, ukuran yang biasa digunakan adalah jumlah nilai peredaran dari barang dan/atau jasa yang diserahkan dalam satu periode, tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari PPN atau yang di luar cakupan PPN.

Awwaliatul mengatakan tingginya threshold PKP membawa konsekuensi banyaknya transaksi ekonomi yang tidak terpantau dalam mekanisme PPN. Menurutnya, rencana pemerintah untuk mengkaji threshold PKP merupakan langkah yang wajar. Simak ‘Dirjen Pajak Sebut Penurunan Threshold PKP Sedang Dikaji Pemerintah’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

30 Juni 2021 | 22:04 WIB

Perubahan dan penyesuaian kembali atas PPN sepertinya perlu dilakukan. Hal mungkin kondisi saat ini sudah tidak relevan lagi dengan UU PPN yang berlaku saat ini.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?