Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Perseroan perorangan bisa menggunakan beberapa fasilitas pajak penghasilan (PPh) meskipun tak dapat menikmati kebijakan omzet tidak kena pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (19/7/2022).
Berdasarkan pada salah satu materi dalam SE-20/PJ/2022, wajib pajak perseroan perorangan merupakan subjek pajak badan. Perseroan perorangan memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil (UMK), sehingga dapat menggunakan rezim PPh final PP 23/2018.
“Perseroan perorangan yang memenuhi kriteria … sesuai ketentuan … PP 23/2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh dikenai pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto,” bunyi penggalan materi dalam SE tersebut.
Adapun sesuai dengan ketentuan dalam PP 23/2018, penggunaan skema PPh final dibatasi selama 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan perseroan terbatas. Batas waktu 4 tahun pajak berlaku untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), atau firma.
Selain mengenai fasilitas PPh yang dapat digunakan wajib pajak perseroan perorangan, ada pula bahasan terbitnya peraturan baru terkait dengan bentuk dan isi nota penghitungan, Surat Ketetapan Pajak (SKP), serta Surat Tagihan Pajak (STP).
Jika tidak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai dengan PP 23/2018, perseroan perorangan dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh.
Fasilitas pengurangan tarif itu juga dapat dimanfaatkan oleh perseroan perorangan yang memenuhi kriteria sebagai wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam PP 23/2018, tetapi memilih untuk dikenai PPh berdasarkan pada tarif umum.
Sesuai dengan Pasal 31E UU PPh, wajib pajak badan dalam negeri dengan omzet hingga Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan 50% dari tarif PPh. Pengurangan tarif diberikan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo menetapkan PER-05/PJ/2022 terkait dengan bentuk dan isi nota penghitungan, SKP, serta STP. Peraturan mulai berlaku pada 24 Mei 2022. Dengan berlakunya peraturan ini, PER-14/PJ/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Salah satu pertimbangan diterbitkannya peraturan ini adalah untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam penerbitan SKP dan STP. Peraturan ini juga diperlukan untuk menyesuaikan penerbitan SKP dan STP berdasarkan pada perubahan atau pengaturan baru dalam UU HPP. (DDTCNews)
Pemerintah resmi membebaskan tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) beserta produk turunannya mulai 15 Juli sampai dengan 31 Agustus 2022. Melalui PMK 115/2022, otoritas merevisi PMK 103/2022 yang mengatur tarif pungutan untuk program percepatan ekspor flush out atas CPO beserta produk turunannya.
PMK 115/2022 hanya mengubah lampiran berisi perincian tarif pungutan ekspor CPO dan produk turunannya dari yang semula diatur dalam PMK 103/2022 menjadi US$0. Pembebasan tarif pungutan dilakukan terhadap ekspor 26 jenis produk CPO hingga 31 Agustus 2022.
Sementara itu, mulai 1 September 2022, ekspor semua jenis produk CPO akan dikenakan pungutan kecuali tandan buah segar. Misal, pada CPO, tarif pungutan ekspor ditetapkan senilai US$55 hingga US$240 per ton, mengikuti pergerakan harga CPO. Simak ‘Bebas Pungutan Ekspor, Pemerintah Harap Harga TBS di Petani Meningkat’. (DDTCNews/Kontan)
Notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT) diberi kepercayaan untuk menyampaikan permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh wajib pajak melalui aplikasi e-PHTB.
Setelah mendapatkan akses aplikasi e-PHTB dan dapat menyampaikan permohonan penelitian formal bukti penyetoran PPh dari pengalihan hak atas tanah/bangunan (PHTB) dan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah/bangunan, notaris/PPAT wajib menjaga kerahasiaan data wajib pajak.
"Notaris dan/atau PPAT ... bertanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan data orang pribadi atau badan serta data akun dan kata sandi sistem elektronik milik notaris dan/atau PPAT," bunyi Pasal 6 ayat (5) PER-08/PJ/2022. (DDTCNews)
Pemberian fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya ternyata kurang diminati pelaku usaha.
Berdasarkan Laporan Keuangan DJP 2021, hanya 2 wajib pajak yang mengajukan permohonan pada 2020 untuk memanfaatkan fasilitas investment allowance tersebut. Pada 2021, hanya 3 wajib pajak yang mengajukan permohonan fasilitas tersebut.
"Data tersebut berdasarkan data permohonan dan/atau pemberitahuan yang diajukan wajib pajak dan mendapatkan persetujuan pada tahun 2020 dan tahun 2021," tulis DJP dalam Laporan Keuangan DJP 2021. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah dapat memberikan insentif pajak untuk pelaku ekonomi kreatif. Melalui PP 24/2022, pemerintah mengatur tentang upaya mewujudkan infrastruktur dan insentif bagi pelaku ekonomi kreatif. PP 24/2022 merupakan aturan pelaksana dari UU 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif.
Ketentuan mengenai pemberian insentif bagi pelaku ekonomi kreatif tertuang dalam bab 5 PP 24/2022. Dalam hal ini, pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada pelaku ekonomi kreatif berupa insentif fiskal; dan/atau insentif nonfiskal.
Insentif fiskal bagi pelaku ekonomi kreatif yang diberikan oleh pemerintah pusat dapat berupa fasilitas perpajakan; fasilitas di bidang kepabeanan; dan/atau fasilitas di bidang cukai. Pemberian fasilitas ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, kepabeanan, dan cukai.
Sementara dari pemerintah daerah, insentif fiskal bagi pelaku ekonomi kreatif dapat berupa insentif perpajakan daerah; dan/atau insentif retribusi. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Walaupun tidak mendapat fasilitas omzet tidak kena pajak, perseroan perorangan yang memenuhi kriteria wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu sebagaimana tercantum dalam PP 23/2018 dapat memanfaatkan fasilitas PPh final 0,5%