Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) bersama Menkumham Yasonna Laoly (tengah) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) menghadiri pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras)
JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha kena pajak (PKP) pedagang eceran kini dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli, serta nama dan tanda tangan penjualnya.
Pasal 112 UU Cipta Kerja dalam klaster perpajakan telah menghapus dan mengubah sejumlah ketentuan dari UU PPN. Salah satu perubahannya, menyisipkan Pasal 13 ayat (5a) di antara ayat (5) dan ayat (6), yang mengatur pembuatan faktur pajak oleh PKP pedagang eceran.
"PKP pedagang eceran dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," bunyi Pasal 13 ayat (5a) UU Cipta Kerja, seperti dikutip Selasa (6/10/2020).
Pasal 13 UU PPN mengatur pembuatan faktur pajak oleh PKP untuk setiap penyerahan barang kena pajak (BKP), penyerahan jasa kena pajak (JKP), ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP.
Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP; saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP.
Kemudian juga pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Namun, PKP dapat membuat satu faktur pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama asal dalam waktu 1 bulan kalender. Faktur pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
Dalam faktur pajak tersebut harus tercantum keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP atau JKP, serta identitas pembeli BKP atau JKP.
Identitas tersebut mencakup nama, alamat, dan NPWP atau nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi, atau nama dan alamat, dalam hal pembeli BKP atau penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan subjek pajak.
Faktur pajak juga harus memuat jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga, PPN yang dipungut, dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang dipungut.
Kemudian kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak, serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Detail identitas inilah yang dapat tidak dicantumkan oleh PKP pedagang eceran dalam membuat faktur.
Pasal 13 tersebut juga menyebutkkan Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan faktur pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian faktur pajak diatur dengan atau berdasarkan PMK. "Faktur pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material," bunyi Pasal 13 ayat (9). (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Jika mekanismenya dibenarkan seperti itu, ke valid an datanya akan diragukan. Solusinya jangka pendek sekali, tidak ada kontinuitas nya sama sekali. Seharusnya solusinya yang sistemik dan gagasan Big Data yang merupakan Grand Plan kedepan tidak hanya menjadi kabar burung saja.