SURAT BERHARGA NEGARA

Penerimaan Pajak Turun, Pemerintah Tawarkan ORI-017 kepada Netizen

Dian Kurniati | Senin, 15 Juni 2020 | 16:03 WIB
Penerimaan Pajak Turun, Pemerintah Tawarkan ORI-017 kepada Netizen

Plt Direktur SUN DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan saat memberikan penjelasan dalam Grand Launching ORI-017. (tangkapan layar Youtube Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah resmi menawarkan surat berharga negara (SBN) ritel jenis Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 017 mulai hari ini.

Plt Direktur SUN DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan penerbitan ORI-017 tersebut untuk mendanai defisit APBN 2020. Pasalnya, penerimaan perpajakan melemah di tengah peningkatan kebutuhan belanja negara akibat pandemi Covid-19.

“Pendapatan dari sektor pajak, cukai, penerimaan negara bukan pajak menurun karena aktivitas ekonomi juga menurun. Di sisi belanja, kita alokasikan belanja yang semakin tinggi," katanya melalui konferensi video melalui Youtube, Senin (15/6/2020).

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Menurut Deni, kupon atau imbal hasil ORI-017 yang dipatok sebesar 6,4% sudah cukup menarik di tengah tren suku bunga rendah akibat pandemi karena bank sentral sedang memberi banyak stimulus bagi dunia usaha.

ORI-017 menjadi yang surat urat utang perdana yang diluncurkan secara langsung melalui live Youtube dan Facebook. Dari kedua platform tersebut, ada ribuan investor dan calon investor yang mengikuti penjelasan Deni.

Dalam forum itulah, Deni meyakinkan para calon investor agar membeli ORI-017 selama masa penawaran 15 Juni hingga 9 Juli 2020. Investor bisa membeli ORI-017 minimum Rp1 juta dan kelipatannya, maksimum Rp3 miliar.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Pembelian dilakukan melalui 25 mitra distribusi, yang terdiri dari 16 bank, 4 perusahaan efek, 3 perusahaan efek khusus, dan 2 perusahaan teknologi finansial. ORI-017 akan jatuh tempo dalam tiga tahun dengan pembayaran kupon setiap bulan.

Bagi para investor, ORI-017 memiliki keunggulan sebagai instrumen investasi yang aman di tengah kondisi ketidakpastian saat ini. Deni beralasan ORI-017 merupakan investasi yang aman, terjangkau, serta dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.

ORI-017 merupakan obligasi negara tanpa warkat yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Investor boleh memindahbukukan atau menjual ORI-017 pasar sekunder setelah 2 kali periode pembayaran kupon.

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

Sebetulnya, pemerintah berencana meluncurkan ORI-017 pada Oktober atau November karena pada Juni biasanya ada penerbitan obligasi jenis SBR. Menurut Deni, peluncuran ORI-17 dipercepat karena dinilai lebih cocok bagi investor saat ini. ORI dinilai lebih aman dan mudah dicairkan.

SBR memiliki karakteristik yang mirip deposito, dengan jangka waktu dua tahun tetapi tidak bisa diperjual-belikan. "Makanya kurang menarik karena sekarang investor butuh dana investasi, tapi di sisi lain butuh jaga-jaga untuk bisa dijual di pasar sekunder," kata Deni.

Deni menambahkan ORI-017 sama seperti obligasi negara lainnya yang tidak memiliki risiko gagal bayar karena dijamin oleh pemerintah, baik pokok maupun bunga obligasi. Di sisi lain, pajak atas kupon yang diperoleh dari obligasi juga lebih rendah dibanding deposito.

"Dari sisi pajak, untuk obligasi pajaknya 15% final sedangkan deposito 20%, jadi ada sedikit keunggulan," ujarnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

02 Juli 2020 | 01:44 WIB

sebagai karyawan baru katakanlah saya beli minimum ori17 1juta apakah hrz setiap bulan dan jangka waktu 3tahun berapa nilai maksimal yg saya dpt dlm 3tahun setelah potong pajak?

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Senin, 23 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

Minggu, 22 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Daya Saing RI saat Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Kata Kepala BKF

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru