KEBIJAKAN PAJAK

Pemanfaatan Insentif PPN Rumah DPT Baru 10%, REI Ungkap Kendalanya

Dian Kurniati | Sabtu, 11 Desember 2021 | 15:00 WIB
Pemanfaatan Insentif PPN Rumah DPT Baru 10%, REI Ungkap Kendalanya

Pekerja mengangkut peralatan saat menyelesaikan pembangunan perumahan di Desa Tinggede, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (9/12/2021). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/rwa.

JAKARTA, DDTCNews - Real Estate Indonesia (REI) menyebut realisasi pemanfaatan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) atas rumah ditanggung pemerintah (DTP) hingga saat ini baru sekitar 10% dari pagu yang diberikan pemerintah senilai Rp5 triliun.

Wakil Ketua REI Hari Ganie mengaku menerima teguran dari Kemenko Perekonomian terkait realisasi pemanfaatan PPN rumah DTP yang masih kecil. Menurutnya, terdapat sejumlah tantangan untuk merealisasikan insentif tersebut.

"Data kami lucu, PPN DTP ini ternyata antara anggaran yang dialokasikan di dana PEN dengan yang tercatat itu realisasinya cuma 10%. Ini enggak tahu teman-teman bagaimana, sudah dikasih peluang tapi tidak dimanfaatkan," katanya, dikutip Sabtu (11/12/2021).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Hari mengatakan insentif PPN DTP sejauh ini telah efektif mendorong pemulihan sektor properti. Menurutnya, insentif tersebut juga masih dibutuhkan masyarakat yang belum memiliki rumah.

Dia menyebut hingga saat ini telah banyak pembangunan rumah di Indonesia. Sayangnya, berita acara serah terima (BAST) properti yang diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai syarat memperoleh insentif PPN DTP masih rendah.

Setelah melakukan evaluasi, Hari menemukan 2 alasan pemanfaatan insentif PPN rumah DTP yang rendah. Pertama, tidak mudah membuat BAST untuk rumah menengah ke atas karena proses pembangunannya lebih lama.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kedua, terdapat sejumlah problem dalam perizinan pembangunan rumah seperti persetujuan bangunan gedung (PBG). Menurutnya, urusan perizinan tersebut juga erat berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Hari menyatakan akan terus mendorong pemanfaatan insentif PPN rumah DTP dapat bertambah hingga tutup buku. Selain itu, dia juga mengupayakan agar insentif tersebut dapat diperpanjang hingga 2022.

"Surat kepada Menko Perekonomian untuk PPN DTP sudah dimasukkan agar dapat perpanjang sampai tahun 2022," ujarnya.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui PMK 103/2021 mengatur insentif PPN DTP berlaku atas rumah tapak atau rumah susun yang diserahterimakan paling lambat 31 Desember 2021. Insentif tersebut menjadi bagian dari insentif usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional.

Insentif PPN DTP 100% diberikan atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar, sedangkan insentif PPN DTP 50% berlaku atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Insentif tersebut berlaku maksimal 1 unit rumah tapak atau rumah susun untuk 1 orang pribadi dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

12 Desember 2021 | 08:43 WIB

pasal 3 dari PMK.103/PMK.03/2021 yaitu mengenai berita acara serah terima yang wajib didaftarkan dalam sistem aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya serah terima. Untuk bisa daftar dalam aplikasi dikementrian perumahan yang bernama SIKUMBANG tersebut syaratnya adalah pendaftar harus berbadan hukum (WAJIB PAJAK BADAN YANG TELAH PKP) Dengan demikian yang bisa menikmati insentif tersebut hanyalah Wajib Pajak PKP badan hukum sedangkan Pengembang PKP WPOP TIDAK DAPAT MENIKMATI karna bukan berbadan hukum. Demi keadilan PMk tersebut perlu diperbaiki kembali

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?