BERITA PAJAK HARI INI

Kemenkeu: Desain PPN Tidak Mungkin Memberatkan Masyarakat Miskin

Redaksi DDTCNews | Kamis, 17 Juni 2021 | 08:12 WIB
Kemenkeu: Desain PPN Tidak Mungkin Memberatkan Masyarakat Miskin

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menjanjikan desain perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) tidak akan memberatkan masyarakat miskin. Janji pemerintah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (17/6/2021).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan fokus pemerintah pada saat ini adalah mendukung proses pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, desain reformasi perpajakan, termasuk perubahan kebijakan PPN, tetap diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi.

“Adanya diskusi reformasi perpajakan saat ini masyarakat jangan sampai salah mengerti. Saat ini warga miskin menjadi fokus pemerintah. Desain PPN itu tidak mungkin memberatkan masyarakat miskin dan rentan," katanya.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Febrio mengatakan pemerintah tengah dihadapkan pada tantangan pemberian dukungan pada proses pemulihan ekonomi dan konsolidasi fiskal. Menurutnya, kedua aspek tersebut perlu dicari dan dijaga titik keseimbangannya. Simak pula ‘Kemenkeu Beberkan Alasan Perlunya Reformasi PPN dan PPh Orang Pribadi’.

Selain mengenai reformasi perpajakan, termasuk rencana perubahan kebijakan PPN, ada pula bahasan mengenai pengesahan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Uni Emirat Arab.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru
  • Munculnya Distorsi

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan salah satu alasan pemerintah berencana mengubah kebijakan PPN adalah untuk mengurangi distorsi. Pasalnya, dalam rezim PPN, semua barang dan jasa dikenakan pajak. Namun, pada implementasinya, ada berbagai pengecualian pengenaan PPN.

Suryo menerangkan berbagai fasilitas PPN membuat kinerja penerimaan belum optimal. Pasalnya, tingkat efektivitas pemungutan PPN baru sebesar 60%. Banyaknya pengecualian PPN juga membuat tergerusnya daya saing produk nasional oleh produk impor. Simak pula ; Kemenkeu Sebut Sembako Bakal Jadi Barang Kena Pajak, tapi …’. (DDTCNews/Kontan)

  • Perbedaan Tarif

Dalam konteks pengurangan pengecualian PPN, termasuk terhadap sembako, pemerintah juga akan mempertimbangkan keseimbangan. Meskipun menjadikan barang sebagai barang kena pajak (BKP), Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah tetap bisa memberikan tarif yang berbeda.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

“Kalau barang dan jasa yang sifatnya umum, ya kita gunakan tarif yang sifatnya umum. Tapi kalau untuk jenis barang dan jasa yang sangat spesifik dibutuhkan masyarakat banyak, ya tarifnya berbeda atau bahkan kita berikan insentif,” katanya. (DDTCNews/Kontan)

  • Tiga Opsi

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan terdapat tiga opsi yang bisa menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan aturan baru PPN atas barang kebutuhan pokok agar tetap menciptakan rasa keadilan di masyarakat.

Pertama, pemerintah tidak memberikan pengecualian PPN dan mendistribusikan hasil pungutan PPN kepada kelompok yang terdampak negatif melalui saluran belanja sosial. Kedua, menerapkan sistem multitarif PPN atas barang dan jasa tertentu. Ketiga, memberlakukan tarif PPN sebesar 0% untuk beberapa komoditas barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Terkait dengan pengurangan pengecualian pengenaan PPN, Anda juga bisa baca artikel perspektif ‘Memandang Jernih Rencana Pengenaan PPN atas Barang Kebutuhan Pokok’ dan fokus ‘Menata Ulang Pengecualian dan Fasilitas PPN’ (DDTCNews)

  • Pengesahan P3B Indonesia-Uni Emirat Arab

Dengan diterbitkannya Perpres 34/2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan P3B antara Indonesia dan Uni Emirat Arab. P3B tersebut sesungguhnya telah ditandatangani sejak 24 Juli 2019 di Bogor. Dengan ratifikasi ini, P3B sebelumnya yang disetujui pada 1995 resmi diperbarui.

Ratifikasi P3B Indonesia- Uni Emirat Arab ini untuk meningkatkan hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam kerja sama ekonomi, sekaligus menyesuaikan P3B dengan perkembangan standar pajak internasional. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%
  • Wajib Pungut

Dalam upaya untuk memperluas basis pajak, pemerintah menempuh skema penunjukan pihak lain yang memungut pajak penghasilan (PPh), PPN, dan pajak transaksi elektronik (PTE). Penunjukkan pihak lain yang memungut pajak itu menyesuaikan perkembangan transaksi ekonomi. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Asisten Penyuluh Pajak

Pemerintah menerbitkan peraturan mengenai petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional asisten penyuluh pajak. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 59/2021. Pemerintah mengatakan telah dibentuk jabatan fungsional asisten penyuluh pajak berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 50/2020.

“Berkenaan dengan pembinaan profesi dan karier jabatan fungsional asisten penyuluh pajak …, perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional asisten penyuluh pajak oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional penyuluh pajak,” demikian salah satu pertimbangan dalam PMK 59/2021. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

17 Juni 2021 | 15:55 WIB

Dalam hal pemungutan pajak, pemerintah harus memperhatikan aspek keadilan di dalamnya, sehingga dalam hal ini untuk kondisi yang sama diperlakukan sama dengan sama. Dengan demikian, jika terdapat masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi yang lebih baik akan membantu masyarakat yang dibawahnya dalam rangka bergotong royong mengoptimalkan penerimaan pajak guna pemulihan ekonomi nasional.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?