JAKARTA, DDTCNews—Sebanyak 89,58% peserta lomba debat #MariBicara DDTCNews sepakat Badan Penerimaan Pajak (BPP) dibentuk untuk menggantikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Mereka yakin DJP akan mampu meningkatkan kapasitasnya setelah menjadi BPP.
Setelah disaring, terdapat 48 peserta yang berpendapat dalam debat tersebut. Sebanyak 43 di antaranya setuju dengan BPP, dan menginginkan agar DJP menjadi lembaga yang lebih independen, setara dengan kementerian dan berada langsung di bawah presiden.
Sementara itu, sisanya tetap menginginkan DJP berada di bawah Kementerian Keuangan. Dari seluruh pendapat yang masuk itu, DDTCNews menetapkan pendapat Predi Sinaga, mahasiswa STAN dari Pagar Batu, Palipi, Samosir, Sumatera Utara sebagai pemenang debat periode 1-15 November 2019.
“BPP akan mempunyai wewenang lebih luas membuat kebijakan yang selama ini tidak mengimbangi dinamika ekonomi dan menghambat penerimaan pajak. BPP akan bergerak lebih cepat dari semula yang harus menimbang kebijakan Kementerian Keuangan dalam membuat regulasi,” kata Predi.
Selain itu, tren di berbagai negara menunjukkan desain otoritas pajak yang berada di bawah kementerian semakin banyak ditinggalkan. Menurut OECD, idealnya otoritas pajak memiliki sembilan wewenang yang tidak boleh dibatasi oleh kementerian.
Ammar Ramadhan, peserta debat lainnya, juga mendukung dibentuknya BPP untuk menggantikan institusi DJP. Dia mengatakan saat ini DJP dapat meniru apa yang terjadi di negara tetangga Indonesia, seperti Singapura dan Malaysia.
“Saat ini, DJP, hanya memiliki dua dari sembilan kewenangan tadi, yaitu membuat peraturan dan mengenakan sanksi administrasi. Karena itu, BPP diharapkan bisa memperluas kewenangan tersebut, tetapi tetap berkoordinasi dengan Kemenkeu sehingga menjadi lembaga semi-independen,” katanya.
Namun, tidak semua peserta debat setuju dengan Ammar. Peserta debat lainnya, Okevanrianus mengatakan permasalahannya sebetulnya lebih kepada perbaikan birokrasi. “Perubahan DJP menjadi BPP tidak akan memberi arti apa-apa jika akar permasalahannya masih sama,” katanya.
Karena itu, lanjut Okevarianus, DJP seharusnya dapat memperbaiki citra yang selama ini dicap sebagai institusi ‘debt collector’. DJP sebaiknya menjalin sinergi dengan wajib pajak, sehingga ada simbiosis mutualisme atau timbal keadaan yang saling membutuhkan.
Ia juga menegaskan posisi DJP di masa datang bukan merupakan tujuan utama. Pokok yang terpenting membangun institusi pajak yang kuat, kredibel, dan akuntabel. Dengan begitu, DJP bisa memperkuat kepercayaan masyarakat yang sudah diraihnya dengan mencapai target penerimaan pajak. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
tentang ketaatan bayar paj a k masalah utama
Tax Amnesty itu kurang adil .. dan scr ilmu hukum pidana ..tidak bisa tiba2 orang melanggar hukum kok diampuni.. emangnya Tuhan.. Ada apa dibalik itu...kasihan dan dirugikan bagi yang selam ini bayar pajak relatif benar dan jujur .. SiKaya akan tambah kaya dong ... dan gak diskriminasi spt itu... belum dikejar sdh diampuni ..alih2 mrk kelompok menengah bawah yang ancur...hehehe
Jelas klo dikangkangin kementrian..terlalu tidak independen terutama segi pembiayaan pengembangan.. kebijannya pun agak lelet.. semsetinya di periode 1 sdh ada Tax Reform yang komplit yang mengatur juga keberadaan Instansi terkait dalam hal data perpajakan. sampai skg..IT DJP bisa dibilang mandeg ..kinerja by systemnya masih sering tidak memuaskan masyarakat (Tax Payer).. BPP akan hidup dibawah Presiden dan diaudit oleh fungsional lembaga pengawasan juga oleh DPR. Mudah2an BPP tidak juga punya penyakit lama ....
Saat ini Djp bak berburu di kebun binatang yg dikejar hanya yg terdaftar, bgmn yg belum terdaftar sbg wajib pajak, termasuk pihak2 yang tidak mengikuti/ masa bodoh dg program tax amnesty yg lalu
Bpp adalah solusi yg tepat agar bisa merubah lembaga yg mengelola penerimaan negara tsb bisa bersinergi dengan wajib pajak, bukan lagi sebagai lembaga yang ditakuti masyarakat